PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Unit Pelabuhan Tarahan sejak tahun 2018 telah melakukan pendampingan dan pengembangan produksi tusuk sate di Desa Sidomulyo. Bekerja sama dengan Paguyuban Krajan, produksi tusuk sate melibatkan penduduk lanjut usia (lansia) dan kelompok rentan lainnya (janda, difabel, dan rumah tangga miskin).
Saat ini sudah ada 23 kelompok pembuatan tusuk sate dengan 129 anggota yang diberdayakan. Total penerima manfaat program ini mencapai 651 orang.
Ketua Paguyuban Krajan, Samadi, mengungkapkan bahwa pengembangan produksi tusuk sate ini membantu mengatasi masalah pengangguran di Desa Sidomulyo. Setiap anggota kelompok pembuatan tusuk sate bisa memperoleh pendapatan Rp 1,2 juta per bulan dari usaha ini.
“Produksi tusuk sate setiap hari bisa 5 kg per orang. Dengan harga tusuk sate Rp 8.000 per kg, penghasilan yang mereka peroleh bisa Rp 1,2 juta per bulan. Dan itu kerja sambilan mereka, bisa dikerjakan dengan santai,” kata Samadi.
Hal ini disampaikan dalam Webinar E2S Proving League 2022 yang bertema CSR Collaborations: Building Community Resilience and Local Livehoods Generations yang diselenggarakan pada Sabtu (23/7).
Pria berusia 49 tahun ini menuturkan, program pengembangan produksi tusuk sate berawal dari keprihatinannya akan ketergantungan Indonesia pada tusuk sate impor. Karena itu pada tahun ini, Samadi menargetkan dapat melibatkan hingga 1.000 orang lansia dalam produksi tusuk sate. Dengan demikian, kebutuhan tusuk sate bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri.
“Selama ini tusuk sate itu ternyata impor. Kebutuhannya di Jakarta dan Surabaya sebulan 4 kontainer. Satu kontainer itu 27 ton. Miris rasanya, tusuk sate saja impor. Targetnya di tahun 2022 ini 1.000 lansia kami berdayakan, ini sudah berjalan. Jika 1 lansia bisa memproduksi 5 kg tusuk sate, maka dalam sehari bisa 5 ton. Kalau 5 ton per hari, kebutuhan dalam negeri bisa tercukupi,” ujarnya.
Dia mengapresiasi PTBA yang sangat mendukung program ini. Berkat bantuan PTBA, masyarakat Desa Sidomulyo kini tergerak membuka peluang bisnis baru. “Bukit Asam Pelabuhan Tarahan seperti orang tua yang telah membuat cita-cita mulia kami terwujud dengan peningkatan penghasilan kelompok rentan, kesiapan workshop mandiri dan central market,” kata Samadi.
Masyarakat yang diberdayakan dari program pembuatan tusuk sate pun melakukan kegiatan pemberdayaan dan amal dengan menyisihkan sebagian laba penjualan tusuk sate. Setiap bulan, laba sebesar Rp 6-8 juta didistribusikan untuk operasional TPQ Mutiara Ummat Insani yang mengasuh 37 santri.
Manager Umum SDM dan CSR PTBA Unit Pelabuhan Tarahan, Hamdani, pada kesempatan yang sama menyampaikan dukungan. Ia mengatakan, sinergi antar pemangku kepentingan sangat penting agar impor tusuk sate dapat dihentikan.
“Bagaimana agar tusuk sate ini bisa diproduksi seluruhnya di dalam negeri. PTBA menjalankan program ini melalui kolaborasi dengan pemerintah, para praktisi, dan masyarakat,” ujar Hamdani.
Pengembangan produksi tusuk sate merupakan bagian dari Program Bamboo for Life yang dijalankan PTBA sejak 2014 di area Pelabuhan Tarahan, kemudian dilanjutkan ke berbagai daerah di sekitar perusahaan. Penanaman bambu dilakukan untuk merestorasi lahan yang gersang. “Secara kumulatif, sudah 13.624 unit pohon bambu pada lahan seluas 49 hektare (ha) yang ditanam PTBA di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Serapan karbon mencapai 3.509 ton CO2e per tahun,” ucapnya.
Tak hanya konservasi lingkungan, Program Bamboo for Life juga memberi manfaat pada masyarakat. PTBA Unit Pelabuhan Tarahan sejak 2018 membantu masyarakat melakukan hilirisasi bambu. Selain tusuk sate, bambu juga diolah menjadi cuka bambu dengan berbagai produk turunan seperti pupuk organik cair, hand sanitizer, obat herbal cuka bambu, hingga disinfektan.
Program Bamboo for Life berhasil membawa PTBA meraih penghargaan PROPER Emas secara berturut-turut pada 2020 dan 2021.
Share :