Bank Indonesia (BI) tercatat sudah menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) sebesar 175 basis poin (bps) ke level 6%. Kondisi ini sedikit banyak akan mempengaruhi kepada penyaluran kredit perbankan.
Disisi lain bank harus menggenjot kredit di tengah potensi kualitas kredit yang diterpa bunga agresif. Selain itu perbankan pun harus melakukan penyesuaian guna menjaga margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) tetap optimal demi cuan yang baik.
Direktur Keuangan dan Treasury PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), Iman Nugroho Soeko menilai efek dari BI7DRRR yang sudah mencapai level 6% pasti akan terasa terutama di upaya menjaga NIM. Itu dikarenakan debitur sudah mempunyai ekspektasi bunga kredit yang tidak tinggi sesuai ekspektasi pemerintah.
“Sehingga penyesuaian suku bunga kredit menjadi lebih sulit untuk ditransmisikan. BTN menargetkan pertumbuhan kredit 2019 sebesar 15% sedikit diatas OJK sebesar 12%-13%,” ujar Iman, Kamis (20/12).
Menurutnya proyeksi tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 19%-20%. Itu ditengarai efek dari suku bunga karena BTN harus menaikan bunga kredit secara bertahap. Semakin tinggi bunga kredit maka lebih sedikit proyek yang layak untuk dibiayai (feasible). “Maka pertumbuhan akan terkoreksi,” ujarnya.
Di sisi lain bank didorong untuk terus menghasilkan pendapatan besar di kondisi ini. Maka salah satu cara yang dapat ditempuh menurutnya dengan mencari peluang dari pendapatan komisi atau fee based income. Tanpa mengesampingkan peran NIM sebagai fungsi utama bank yakni intermediasi.
Sekadar informasi, per Oktober 2018, BTN telah menyalurkan pertumbuhan kredit sebesar 18,96% yoy menjadi Rp 204 triliun.
Sumber KOntan.co.id