– PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) atau PT KBI terus meningkatkan upayanya untuk melakukan digitalisasi seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Lembaga Manajemen Universitas Indonesia mengatakan, disrupsi teknologi tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, BUMN wajib beradaptasi dan melakukan tranformasi menuju digitalisasi.
Menurut Toto, Sebagian BUMN telah melakukan adaptasi dengan perubahan radikal akibat disrupsi teknologi tersebut. Artinya, sejumlah perusahaan pelat merah tersebut telah mengaplikasikan digital age dalam operasional perusahaan, serta people mindset dalam organisasi.
“Namun demikian, dari proses digitalisasi tersebut yang lebih penting adalah adanya transformasi budaya di BUMN untuk menuju perusahaan negara yang memiliki digital mindset dan budaya yang kuat,” jelasnya dikutip dari keterangan resmi, Senin (12/7/2021).
Terkait hal tersebut, Direktur Utama Kliring Berjangka Indonesia Fajar Wibhiyadi mengatakan, digitalisasi tentunya menjadi salah satu fokus perusahaan dalam proses transformasi korporasi.
Fajar menjelaskan, gelombang disrupsi teknologi hanya dihadapi dengan transformasi dan digitalisasi. Pola kehidupan masyarakat saat ini telah berubah kearah digital.
“Terkait digitalisasi ini, KBI sudah menyiapkan road map jangka panjang, yang ke depan diharapkan KBI akan bertransformasi dari perusahaan kliring yang menggunakan teknologi digital, menjadi perusahaan digital yang memiliki lisensi kliring,” katanya.
Digitalisasi yang dilakukan di KBI tidak hanya untuk layanan eksternal, seperti para pemangku kepentingan, tetapi juga digitalisasi dalam operasional internal.
Dalam hal layanan untuk pemangku kepentingan terkait peran KBI sebagai lembaga kliring, saat ini semua laporan terkait kegiatan kliring penjaminan dan penyelesaian transaksi telah dilakukan secara digital.
Untuk sistem resi gudang, KBI belum lama ini telah memperbarui aplikasi registrasi dengan mengaplikasikan teknologi blockchain dan smart contract. Sedangkan dari sisi internal, berbagai program digitalisasi pun telah dan sedang dilakukan BUMN ini, seperti apliaksi e-nota, Human Resources Information System (HRIS), serta sistem internal yang terotomasi.
Fajar melanjutkan tantangan digitalisasi KBI tidak hanya digitalisasi dalam proses bisnisnya, namun juga perubahan pola pikir karyawannya yang lebih berorientasi digital. Penekanannya lebih ke bagaimana karyawan memiliki pola pikir digital.
“Digitalisasi bisnis yang dilakukan KBI ini tentunya sejalan dengan core value BUMN yaitu AKHLAK, dimana salah satu nilai utamanya adalah Adaptif. Dalam nilai Adaptif ini, KBI senantiasa terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan maupun menghadapi perubahan,” pungkasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn