Sepanjang 2018, PT Timah Tbk mencatatkan volume produksi bijih timah 44.380 ton tahun 2018 atau naik sekitar 43% menjadi dibandingkan dengan perolehan pada tahun 2017 sebesar 31.035 ton.
Emil Ermindra, Direktur Keuangan PT Timah mengatakan sampai tutup tahun 2018 emiten berkode saham TINS ini menorehkan jumlah volume produksi logam dan penjualan ekspor naik sekitar 10,5% menjadi 33.425 ton dibanding kinerja tahun 2017 yang mencapai sebesar 30.249 metrik ton.
Dengan tercapainya target volume produksi bijih timah yang cukup tinggi serta pencapaian penjualan ekspor logam timah itu, TINS optimis mampu mengantongi laba bersih lebih tinggi ketimbang laba pada 2017 sebesar Rp 502 miliar. “Untuk laba, minimal akan sama atau bahkan sedikit lebih tinggi sekitar di bawah 10% dibanding pencapaian kinerja laba tahun 2017,” ujarnya pada Kontan.co.id, Senin (14/1).
Menurut Emil, adanya ketimpangan antaran kinerja produksi bijih timah dan produksi logam dengan hasil penjualan ekspor pada 2018 tentu memberi dampak yang kurang menguntungkan terhadap kinerja keuangan TINS.
“Perolehan bijih timah yang sangat besar jauh di atas asumsi penyusunan RKAP 2018 menyebabkan terjadinya hambatan produksi logam. Hambatan tertundanya proses produksi logam karena ketidaksiapan proses pencucian dan pemurnian bijih timah sesuai dengan persyaratan teknologi smelter yang dimiliki saat ini, minimal kadar Sn 65% ke atas,” paparnya.
Secara kinerja keuangan, Emil menjelaskan hal ini berdampak pada peningkatan jumlah penggunaan kredit modal kerja dan volume persediaan bijih timah pada penutupan tahun buku 2018. Sehingga menyebabkan kemampuan pencapaian laba bersih tidak sebesar perkirakan manajemen lantaran naiknya biaya bunga bank dan naiknya harga pokok perolehan bijih timah.
Akan tetapi, saat ini TINS tengah melakukan meningkatkan kapasitas smelter yang ditargetkan rampung pada bulan ini. Sehingga, lanjutnya, dengan meningkatnya kapasitas smelter mampu memberikan peluang keuntungan lebih besar pada tahun ini.
Sumber Kontan Edit koranbumn