PT Pegadaian (Persero) bekerjasama dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) melakukan akselerasi inklusi keuangan dan menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam pengembangan industri keuangan syariah melalui berbagai produk dan distribution channel di era ekonomi digital.
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) mengatakan dukungan dan keterlibatan mahasiswa dan akademisi sangat diperlukan agar industri keuangan syariah dapat tumbuh lebih cepat, berkelanjutan dan berdaya saing di era digital ekonomi sehingga dapat berperan dan berkontribusi lebih optimal dalam perekonomian nasional.
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) bekerjasama dengan DPW DKI Jakarta dan PT Pegadaian (Persero) menyelenggarakan Seminar Nasional Ekonomi Islam dengan tema: “Pegadaian Syariah: Menuju Transformasi Bisnis melalui Distribution Channel dan Digitalisasi Ekonomi” yang dilaksanakan di Kampus Universitas Indonesia di Depok, Selasa (15/5).
Menurut Sunarso, seminar ini penting untuk mengakselerasi pengembangan industri keuangan syariah, dan tidak dapat hanya mengandalkan pertumbuhan yang bersifat organik saja, tetapi membutuhkan peran masyarakat, khususnya anak muda/mahasiswa, pemerintah dan dunia usaha yang lebih besar lagi. “Industri keuangan syariah nasional memiliki potensi yang begitu besar untuk terus tumbuh sehingga perannya semakin dirasakan dalam mendukung perekonomian Indonesia khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas,” ungkap Sunarso.
Di tempat yang sama, Mustafa Edwin Nasution Ph.D yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPW IAEI DKI Jakarta mengatakan bahwa revolusi dari sisi supply akan menghadirkan perubahan di sisi bisnis. Hal ini yang harus disadari oleh industri Syariah agar bisa tetap berkembang. Industri Syariah harus bisa berperan serta membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia 4.0 yang diharapkan bisa membawa Indonesia menjadi negara 10 besar dunia pada tahun 2030. “Kami mengharapkan IAEI bisa memajukan kualitas SDM ahli ekonomi Islam dan juga memberikan masukan kebijakan yang konstruktif kepada Pemerintah,” ujar Mustafa.
Pangsa Pasar Tumbuh Di Atas 5%
Sunarso mengatakan pangsa pasar perbankan syariah dan unit usaha syariah di Indonesia pada 2017 sudah mencapai 5,78 persen. Data OJK menunjukkan market share perbankan syariah dan unit usaha syariah mengalami pertumbuhan cukup tinggi yakni 15,2 persen atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan konvensional secara nasional yang mencapai 8,4 persen.
“Perbankan syariah dan unit usaha syariah telah berhasil keluar dari five percent traps. Meskipun masih kecil market sharenya, namun mengalami pertumbuhan cukup tinggi yakni 15,2 persen atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan konvensional secara nasional,” jelas Sunarso yang juga mantan Wadirut Bank BRI dalam presentasinya, “Pegadaian Syariah: Menuju Transformasi Bisnis melalui Distribution Channel dan Digitalisasi Ekonomi.”
Namun demikian rasio inklusi keuangan di Indonesia masih cukup rendah, hanya sebesar 48,9% hingga April 2018. Untuk meningkatkan jumlah rasio tersebut, Pegadaian aktif melakukan literasi dan inklusi keuangan melalui berbagai produk dan saluran distribusi kepada generasi milenial yang selama ini masih relatif kecil menjadi nasabah dari Pegadaian.
Dia menjelaskan, saat ini omzet pinjaman dan rekening syariah di Pegadaian rata-rata baru sekitar 12%, jauh lebih rendah dibandingkan OSL konvensional yang mencapai 88%. Namun trend nasabah Pegadaian didominasi oleh usia produksi dan mahasiswa yaitu mencapai 68%.
Sunarso menambahkan belum lama ini perusahaan meluncurkan Pegadaian Digital Service (PDS) yang merupakan jawaban dari kebutuhan milenial yang sudah sangat akrab dengan layanan keuangan berbasiskan digital. “Ini merupakan salah satu strategi Pegadaian untuk bisa melebarkan pangsa pasarnya terutama kepada generasi muda yang menginginkan layanan keuangan serba cepat.”
Selain fokus pada layanan konvensional, Pegadaian juga tetap berkomitmen untuk menumbuhkan bisnis syariah, antara lain, Murabahah yakni akad untuk transaksi jual beli dan Rahn yaitu akad yang digunakan dalam proses gadai barang. “Bahkan kami baru saja meluncurkan produk baru untuk menjawab tuntutan pasar dan zaman, yaitu Produk Rahn Hasan berupa pinjaman hingga Rp500 ribu tanpa biaya titipan.
“Rahn Hasan adalah produk Pegadaian yang bisa menjangkau mahasiswa dan masyarakat menengah kebawah yang selama ini belum tersentuh layanan perbankan, jadi kami harapkan layanan ini bisa membantu mereka dan juga meningkatkan rasio inklusi keuangan di Indonesia”, lanjut Sunarso.
Transformasi Model G-Star Generation
Sunarso menambahkan untuk bisa terus tumbuh dan berinovasi, Pegadaian juga saat ini sedang giat melakukan transformasi demi bisa mewujudkan cita-cita Pegadaian menjadi perusahaan keuangan terkemuka di Indonesia. Konsep yang diusung Pegadaian adalah G-Star Generation. Filosofi menciptakan G-Star Generation melalui strategi 5G’s: Grow Core (menumbuhkan bisnis utama), Grab New (menangkap peluang baru), Groom Talent (mengembangkan talenta internal), Gen-Z Tech (teknologi generasi terkini) dan Great Culture (budaya perusahaan yang hebat).
Salah satu yang menjadi fokus utama transformasi Pegadaian adalah di sektor IT. Karena Pegadaian menganggap IT bukan lagi sebagai sektor pendukung saja di dalam strutktur perusahaan, namun IT sudah menjadi salah satu pilar utama perusahaan. “Dengan transformasi ini, Pegadaian mencoba mengubah paradigma lama yang menganggap value perusahaan haruslah dihitung dari aset tangible (tanah, gedung) menjadi aset intangible (Big Data Costumer).”
Dengan perubahan paradigma tersebut, tambah Sunarso Pegadaian dapat melakukan efisiensi dengan tidak perlu mempunyai kantor fisik yang banyak dan juga nasabah tidak perlu lagi untuk hadir di kantor fisik, ketika mereka membutuhkan layanan dari Pegadaian, semua bisa dilakukan secara digital dengan didukung oleh SDM yang handal dan prima.
Sumber Situs Web Pegadaian
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) mengatakan dukungan dan keterlibatan mahasiswa dan akademisi sangat diperlukan agar industri keuangan syariah dapat tumbuh lebih cepat, berkelanjutan dan berdaya saing di era digital ekonomi sehingga dapat berperan dan berkontribusi lebih optimal dalam perekonomian nasional.
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) bekerjasama dengan DPW DKI Jakarta dan PT Pegadaian (Persero) menyelenggarakan Seminar Nasional Ekonomi Islam dengan tema: “Pegadaian Syariah: Menuju Transformasi Bisnis melalui Distribution Channel dan Digitalisasi Ekonomi” yang dilaksanakan di Kampus Universitas Indonesia di Depok, Selasa (15/5).
Menurut Sunarso, seminar ini penting untuk mengakselerasi pengembangan industri keuangan syariah, dan tidak dapat hanya mengandalkan pertumbuhan yang bersifat organik saja, tetapi membutuhkan peran masyarakat, khususnya anak muda/mahasiswa, pemerintah dan dunia usaha yang lebih besar lagi. “Industri keuangan syariah nasional memiliki potensi yang begitu besar untuk terus tumbuh sehingga perannya semakin dirasakan dalam mendukung perekonomian Indonesia khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas,” ungkap Sunarso.
Di tempat yang sama, Mustafa Edwin Nasution Ph.D yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPW IAEI DKI Jakarta mengatakan bahwa revolusi dari sisi supply akan menghadirkan perubahan di sisi bisnis. Hal ini yang harus disadari oleh industri Syariah agar bisa tetap berkembang. Industri Syariah harus bisa berperan serta membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia 4.0 yang diharapkan bisa membawa Indonesia menjadi negara 10 besar dunia pada tahun 2030. “Kami mengharapkan IAEI bisa memajukan kualitas SDM ahli ekonomi Islam dan juga memberikan masukan kebijakan yang konstruktif kepada Pemerintah,” ujar Mustafa.
Pangsa Pasar Tumbuh Di Atas 5%
Sunarso mengatakan pangsa pasar perbankan syariah dan unit usaha syariah di Indonesia pada 2017 sudah mencapai 5,78 persen. Data OJK menunjukkan market share perbankan syariah dan unit usaha syariah mengalami pertumbuhan cukup tinggi yakni 15,2 persen atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan konvensional secara nasional yang mencapai 8,4 persen.
“Perbankan syariah dan unit usaha syariah telah berhasil keluar dari five percent traps. Meskipun masih kecil market sharenya, namun mengalami pertumbuhan cukup tinggi yakni 15,2 persen atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan konvensional secara nasional,” jelas Sunarso yang juga mantan Wadirut Bank BRI dalam presentasinya, “Pegadaian Syariah: Menuju Transformasi Bisnis melalui Distribution Channel dan Digitalisasi Ekonomi.”
Namun demikian rasio inklusi keuangan di Indonesia masih cukup rendah, hanya sebesar 48,9% hingga April 2018. Untuk meningkatkan jumlah rasio tersebut, Pegadaian aktif melakukan literasi dan inklusi keuangan melalui berbagai produk dan saluran distribusi kepada generasi milenial yang selama ini masih relatif kecil menjadi nasabah dari Pegadaian.
Dia menjelaskan, saat ini omzet pinjaman dan rekening syariah di Pegadaian rata-rata baru sekitar 12%, jauh lebih rendah dibandingkan OSL konvensional yang mencapai 88%. Namun trend nasabah Pegadaian didominasi oleh usia produksi dan mahasiswa yaitu mencapai 68%.
Sunarso menambahkan belum lama ini perusahaan meluncurkan Pegadaian Digital Service (PDS) yang merupakan jawaban dari kebutuhan milenial yang sudah sangat akrab dengan layanan keuangan berbasiskan digital. “Ini merupakan salah satu strategi Pegadaian untuk bisa melebarkan pangsa pasarnya terutama kepada generasi muda yang menginginkan layanan keuangan serba cepat.”
Selain fokus pada layanan konvensional, Pegadaian juga tetap berkomitmen untuk menumbuhkan bisnis syariah, antara lain, Murabahah yakni akad untuk transaksi jual beli dan Rahn yaitu akad yang digunakan dalam proses gadai barang. “Bahkan kami baru saja meluncurkan produk baru untuk menjawab tuntutan pasar dan zaman, yaitu Produk Rahn Hasan berupa pinjaman hingga Rp500 ribu tanpa biaya titipan.
“Rahn Hasan adalah produk Pegadaian yang bisa menjangkau mahasiswa dan masyarakat menengah kebawah yang selama ini belum tersentuh layanan perbankan, jadi kami harapkan layanan ini bisa membantu mereka dan juga meningkatkan rasio inklusi keuangan di Indonesia”, lanjut Sunarso.
Transformasi Model G-Star Generation
Sunarso menambahkan untuk bisa terus tumbuh dan berinovasi, Pegadaian juga saat ini sedang giat melakukan transformasi demi bisa mewujudkan cita-cita Pegadaian menjadi perusahaan keuangan terkemuka di Indonesia. Konsep yang diusung Pegadaian adalah G-Star Generation. Filosofi menciptakan G-Star Generation melalui strategi 5G’s: Grow Core (menumbuhkan bisnis utama), Grab New (menangkap peluang baru), Groom Talent (mengembangkan talenta internal), Gen-Z Tech (teknologi generasi terkini) dan Great Culture (budaya perusahaan yang hebat).
Salah satu yang menjadi fokus utama transformasi Pegadaian adalah di sektor IT. Karena Pegadaian menganggap IT bukan lagi sebagai sektor pendukung saja di dalam strutktur perusahaan, namun IT sudah menjadi salah satu pilar utama perusahaan. “Dengan transformasi ini, Pegadaian mencoba mengubah paradigma lama yang menganggap value perusahaan haruslah dihitung dari aset tangible (tanah, gedung) menjadi aset intangible (Big Data Costumer).”
Dengan perubahan paradigma tersebut, tambah Sunarso Pegadaian dapat melakukan efisiensi dengan tidak perlu mempunyai kantor fisik yang banyak dan juga nasabah tidak perlu lagi untuk hadir di kantor fisik, ketika mereka membutuhkan layanan dari Pegadaian, semua bisa dilakukan secara digital dengan didukung oleh SDM yang handal dan prima.
Sumber Situs Web Pegadaian