Menikmati suasana pagi di hutan De Djawatan menjadi destinasi menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. Kesan menakjubkan akan terasa sesaat memasuki lokasi.
Pohon trembesi berumur ratusan tahun berjejer rapi mirip seperti hutan Fangorn dalam film The Lord of The Ring.
Hutan seluas enam hektar ini mulanya dimanfaatkan sebagai tempat penimbunan pohon jati pada era penjajahan Belanda. Namun sejak viral sekitar tahun 2017, Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi menggarap serius kawasan ini bersama Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Selatan sebagai pemilik lahan.
Usaha tersebut membuahkan hasil yang manis, De Djawatan selalu masuk dalam posisi kunjungan terbanyak kedua di Banyuwangi setelah Pulau Merah. Hutan yang dulunya pernah dilintasi jalur kereta api itu, kini menjadi sumber penghasilan ekonomi bagi warga setempat.
Sayangnya, pandemi Covid-19 sempat membuat De Djawatan tutup total selama empat bulan terhitung mulai 12 Maret hingga 21 Juli 2020. Padahal rata-rata jumlah pengunjung per hari antara 250-300 orang pada hari kerja, dan 500-1000 orang pada akhir pekan.
Guna kembali menggeliatkan industri pariwisata Jawa Timur di era Normal Baru ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim mengampanyekan wisata sehat. Menggandeng pegiat sosial media, jurnalis, serta fotografer Disbudpar mengadakan Fam Trip di Banyuwangi. Dimana salah satu destinasinya adalah hutan De Djawatan.
Manager pengelola hutan De Djawatan, Bagus Joko mengungkap bahwa pengunjung sudah mulai merangkak naik. Masyarakat nampaknya yakin jika berwisata juga bisa tetap sehat asalkan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Jadi penerapan protokol kesehatan adalah yang utama hari ini. Semua yang masuk kita wajibkan mengenakan masker, cek suhu, dan cuci tangan. Mending memulangkan satu-dua pengunjung yang tidak patuh prokes. Daripada mengorbankan ratusan lainnya,” ujar Bagus.
Adapun dalam penerapan pembatasan jumlah pengunjung, De Djawatan membuka sistem ‘buka tutup’. Pengunjung dapat memilih untuk datang antara pukul 7 pagi – 12 siang atau pukul 1 siang sampai 5 sore.
“Tentunya pada setiap sesi ada jumlah maksimal. Dengan begitu pengunjung yang datang awal sudah terurai,” tambahnya.
Selain itu, pengelola hutan De Djawatan juga telah bekerjasama dengan tim Gugus Tugas Covid-19 kecamatan Cluring untuk melakukan inspeksi mendadak bagi pengunjung yang melanggar 3M. Kemudian secara berkala, pengelola melakukan pemeliharaan pemotongan ranting demi menjaga keselamatan pengunjung.
Sampai saat ini, hutan De Djawatan memiliki 805 pohon yang rata-rata umurnya sudah di atas 100 sampai 150 tahun. Di dalam hutan seluas 9 hektar, pengunjung dan keluarga dapat menikmati wisata sehat yang menyuguhkan pemandangan alam eksotis.
Sumber timesindonesia.co.id, Perhutani edit koranbumn