Kementerian BUMN terus mensinergikan sejumlah perusahaan pelat merah. Setelah beberapa aksi rampung atau telah diumumkan pada Oktober lalu, kini mengemuka lagi rencana sinergi perusahaan BUMN di segmen pembiayaan mikro yakni PT Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani.
Sebelumnya telah rampung pembentukan holding asuransi di bawah komando PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia yang menjelma jadi Indonesia Financial Group (IFG). Setelahnya juga diumumkan rencana penggabungan usaha tiga bank entitas bank pelat merah yakni PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Mandiri Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
Aksi konsolidasi perusahaan pelat merah memang tengah digeber Kementerian. Apalagi Menteri BUMN Erick Thohir Mei lalu bilang beleid terkait konsolidasi BUMN juga baru diteken Presiden Joko Widodo.
Sementara dikutip Kontan belum lama ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bilang seluruh aksi korporasi yang dilakukan untuk mensinergikan sejumlah ekosistem bisnis perusahaan pelat merah yang memiliki segmen serupa.
“Ini berhubungan dengan ekosistem bisnis, dan sudah dirancang sejak tahun lalu,” katanya.
Transformasi BPUI menjadi IFG yang efektif pada Maret 2020 jadi langkah awal. IFG yang memimpin holding sejumlah perusahaan asuransi, dan penjaminan BUMN mencatat lonjakan aset dari Rp 4,7 triliun menjadi Rp 72,5 triliun.
Tambahan berasal dari sembilan entitas perusahaan pelat merah yang dikonsolidasikan ke IFG. Ada tiga kluster yang dibentuk, pasar modal yakni Bahana TCW Invesment Management, Bahana Kapital Investasi, Bahana Sekuritas, Graha Niaga Tata Utama, Bahana Artha Ventura dan Bahana Mitra Investasi.
Kemudian kluster asuransi umum dan penjaminan dari Askrindo, Jasindo, dan Jamkrindo. Serta terakhir kluster asuransi jiwa dan kesehatan melalui IFG Life yang menerima limpahan portoflio dari Asuransi Jiwasraya.
Adapun oktober lalu rencana penggabungan usaha tiga bank syariah entitas bank pelat merah juga mengemuka. Ini salah satu rencana besar Kementerian BUMN buat menghadirkan bank syariah terbesar di Indonesia sekaligus berskala dunia.
“Tujuan merger untuk memiliki bank syariah yang besar, dan berdaya saing global. Bank hasil merger juga bisa masuk 10 bank terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar di dunia,” kata Ketua Tim Project Management Office Hery Gunardi.
Hery menaksir total aset bank hasil merger bakal mencapai hingga Rp 220-225 triliun dengan laba Rp 2,2 triliun pada akhir 2020. Sedangkan dengan asumsi konservatif, sampai 2025 aset diproyeksi bisa mencapai Rp 390 triliun, pembiayaan Rp 272 triliun, dan DPK senilai Rp 335 triliun.
Target rampungnya penggabungan usaha juga cepat. Pada Februari 2021 misalnya, bank hasil merger diharapkan sudah dapat beroperasi. BRI Syariah sebagai entitas yang menerima penggabungan (surviving entity) pun menyatakan siap memenuhi segala ketentuannya.
Dalam jawabannya kepada Bursa Efek Indonesia Rabu (11/11) Direktur Utama BRI Syariah Ngatari mengatakan bakal segera memenuhi ketentuan kepemilikan saham publik minimum 7,5%. Maklum pascamerger posri kepemilikan publik bakal terdilusi dari 18,47% menjadi 4,4%.
“Perseroan saat ini masih mengkaji untuk melakukan aksi korporasi terkait pemenuhan free float pada kesempatan pertama,” ungkapnya.
Selain kepemilikan publik, pasca merger kendali juga akan berpindah dari BRI kepada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), induk Bank Mandiri Syariah yang berkontribusi paling besar terhadap aksi ini.
Meski bakal kehilangan kendali utama di BRI Syariah atau bank hasil merger kelak, BRI di lain sisi justru tengah menyiapkan aksi korporasi bersama PT Pegadaian dan PT Penanaman PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Aksi ini juga sejatinya telah mengemuka sejak awal tahun lalu, saat Menteri Erick ingin melakukan sinergi antara tiga perusahaan tersebut. Ini dilakukan lantaran ketiga perusahaan punya amanat serupa dari Kementerian untuk menyalurkan pembiayaan ke segmen UMKM terutama mikro.
Sayangnya, BRI masih enggan membeberkan lebih detil rencana ini. Saat dikonfirmasi, Corporate Secretary BRI Aestka Oryza Gunarto hanya menjelaskan aksi tersebut akan bertujuan mengembangkan bisnis perseroan pada lini UMKM.
“Secara umum aksi korporasi dilakukan untuk mendukung strategi BRI, dan makin fokus mengembangkan UMKM,” katanya
Sementara Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian Harianto Widodo mengakui adanya arahan dari Kementerian terkait akuisisi. Sayang ia juga masih enggan bicara banyak lantaran skema akuisisi masih dikaji lebih lanjut.
“Mungkin bisa diperjelas ke BRI, karena kami melihatnya juga masih dalam proses kajian,” ungkapnya.
Selain skema akuisisi, sebelumnya mengemuka pula rencana pembentukan holding yang akan dipimpin oleh BRI. Direktur Utama BRI Sunarso sempat mengatakan hal ini.
“Bisa membentuk holding, tapi bukan superholding, lebih ke subholding. Namun yang paling konkret memang soal kerjasama operasional, penggunaan jaringan bersama. Intinya ada arahan dari Kementerian untuk bersinergi antara BUMN yang memberdayakan UMKM, bentuknya seperti apa itu yang kita bicarakan,” jelasnya.
Sumber Kontan, edit koranbumn