Blok Rokan yang akan memasuki fase alih kelola pada Agustus 2021 dari Chevron ke Pertamina dinilai masih menjadi salah satu andalan dalam mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 BSCFD (miliar kaki kubik per hari) di tahun 2030.
Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Satya Widya Yudha mengatakan, potensi cadangan minyak dari WK Rokan diperkitakan masih 2 miliar barel.
“Memperhatikan potensi yang ada, maka WK Rokan akan tetap menjadi tulang punggung produksi migas nasional dalam kurun waktu yang lama, melalui lapangan existing, optimalisasi lapangan, optimalisasi metode waterflood, steamflood, serta chemical EOR. Jadi wilayah kerja ini juga akan menjadi andalan untuk mendukung target produksi 1 juta barel di tahun 2030,” ungkap Satya dalam Focus Group Discussion berjudul “Mengawal Transisi Rokan, Menjaga Produksi Nasional”, Senin (23/11).
Satya melanjutkan, SKK Migas tengah mengupayakan agar transisi dapat berjalan dengan lancar khususnya terkait menjaga produksi dan perampungan perizinan tanah untuk kegiatan produksi.
Sementara itu, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas, Didik S. Setyadi bilang masih ada sejumlah tanah yang masuk dalam lokasi rencana pengeboran namun belum tersertifikasi sebagai milik Chevron.
“Ada pula tanah yang masih dimiliki masyarakat. Kesiapan perizinan mutlak dilalui karena peralatan pemboran walaupun sudah ready akan terkendala jika tanah yang menjadi lokasi pemboran masih dikuasai pihak lain maupun status legalitasnya belum jelas,” terang Didik.
Sebagai upaya SKK Migas menangani hal tersebut, Didik menyampaikan pihaknya saat ini mendorong agar perizinan tetap melekat di operator yang lama.
“Melalui ODSP (One Door Service Policy), SKK Migas bersama CPI akan menyelesaikan izin-izin yang masih terbengkalai, hal ini bertujuan agar saat menunggu operator baru masuk, kegiatan operasi tidak terhenti. Tanggal 26 November 2020, daftar perizinan yang dibutuhkan oleh CPI sudah harus final,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Divisi Pengadaan SKK Migas, Erwin Suryadi yang menilai alih kelola WK migas dari non Pertamina ke Pertamina sudah pernah dilakukan SKK Migas sebelumnya.
“Setiap kasus kami jadikan pembelajaran, sehingga pada saat mengelola alih kelola WK Rokan, kami yakin investasi tetap bisa dilaksanakan,” katanya.
Pengamat migas nasional Mukhtasor mengatakan, alih kelola menjadi cukup rumit karena dalam kontrak kerjasama tidak mengatur hal-hal terkait alih kelola.
“Salah satu pasal dalam Permen (Peraturan Menteri) ESDM No. 15 Tahun 2015 menyebutkan operator baru boleh masuk 6 bulan sebelum kontrak berakhir, hal ini menjadi tidak efektif dan tidak akan mampu menjaga produksi saat operator baru masuk,” ungkapnya.
Kendati demikian, Mukhtasor mengapresiasi rampungnya penyusunan dokumen AMDAL sebagai bagian transisi WK Rokan.
“Tata kelola masa transisi harus diperbaiki dan saat ini berada diluar ranah SKK Migas. Ini momentum yang tepat agar kewenangan SKK Migas dalam hal transisi berakhirnya WK dapat diangkat, agar transisi ke depan bisa dilakukan dengan lebih baik,” tandas Mukhtasor.
Sumber Kontan, edit koranbumn