Sektor jasa keuangan memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional, karena masih memiliki ruang pertumbuhan yang cukup besar.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan bahwa indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 berada pada level 76%. Hal itu menunjukkan masih besarnya potensi peran sektor jasa keuangan terhadap perekonomian nasional.
Seperti diketahui, indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 masih berada di bawah Malaysia yang mencapai 82%, dan Thailand di level 85%. Hal tersebut, lanjut Eko, menjadi tantangan tersendiri bagi OJK untuk mengoptimalkan inklusi dan literasi keuangan dalam negeri.
“Perlu upaya akselerasi dan optimalisasi dari inklusi keuangan. Tidak hanya melihat dari target dan progres ada peningkatannya, tetapi juga melihat dampak ke hilir, yaitu pengaruhnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam Forum Diskusi Salemba Policy Center ILUNI UI dengan tema ‘9 Tahun Peran OJK dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia’, Kamis (3/12/ 2020).
Belum meratanya literasi dan inklusi keuangan di seluruh wilayah Nusantara juga menjadi tantangan bagi otoritas dalam mengembangkan sektor jasa keuangan.
Berdasarkan provinsi, literasi dan inklusi keuangan tertinggi masih di DKI Jakarta naik dari 59,16% menjadi 94,76% selama periode yang sama. Di Bali naik dari 38,06% menjadi 92,91%. Namun, di beberapa provinsi masih relatif rendah, seperti di Papua dan Papua Barat.
Selain itu, upaya menyentuh milenial juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan riset OJK, kalangan milenial usia 18—25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 32,1%, sedangkan usia 25—35 tahun memiliki tingkat literasi sebesar 33,5%.
Hasil survei literasi keuangan OJK 2019 juga mencatat hanya 6% masyarakat yang memiliki dana pensiun, selebihnya menggantungkan kepada ahli waris. Padahal, saat ini jumlah milenial mencapai 24% dari total penduduk Indonesia atau setara dengan 64 juta.
Sementara itu, Fakhrul Fulvian, Ekonom Universitas Indonesia, mengatakan bahwa program literasi dan inklusi keuangan OJK, seperti Laku Pandai dan Yuk Nabung Saham banyak menyentuh lapisan masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses.
Hal itu pun terlihat dari sejumlah indikator yang ada di berbagai instrumen investasi, seperti peningkatan jumlah investor dalam negeri yang membeli saham dan obligasi.
“Inklusi keuangan memang makin hari makin baik. Kalau bertahun-tahun lalu pasar modal Indonesia didominasi asing, belakangan itu tidak terjadi lagi karena sebenarnya inklusi keuangan secara gradual terjadi,” katanya.
Menurutnya, sejak 2017 hingga saat ini porsi investor lokal di pasar modal naik hingga 61%. Bahkan, porsi kepemilikan saham oleh investor dalam negeri mencapai 56%.
Fakhrul menuturkan, literasi dan inklusi keuangan terbukti mampu mendorong peningkatan investor domestik di pasar saham, sehingga membuat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak lagi bergantung kepada investor asing.
Sumber Bisnis, edit koranbumn