PT Bukit Asam Tbk. meminta pemerintah untuk bisa mengalihkan subsidi liquefied petroleum gas (LPG) ke dymethil ether (DME) agar produk tersebut bisa lebih ekonomis.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menjelaskan berdasarkan kajian yang telah dilakukan, pengembangan proyek DME telah masuk dalam skala keekonomian. Dia mengatakan harga DME akan berada pada kisaran US$420 per ton, masih lebih murah dibandingkan dengan harga rata-rata LPG yakni US$568 per ton.
Menurut Arviyan, pemerintah bisa lebih menghemat subsidi apabila subsidi LPG dialihkan untuk DME. Pasalnya, struktur harga pada LPG dan DME memiliki perbedaan. Salah satunya karena LPG merupakan barang komoditas sedangkan DME merupakan hasil peningkatan produk.
“Dua-duanya mungkin membutuhkan subsidi dari negara makanya perlu payung hukum untuk bisa pengalihan subsidi dari LPG ke DME. Kalau pemerintah ini kan soal subsidi kan bedanya fix subsidi sama floating subsidi,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (7/12/2020).
Dia memaparkan nilai tambah dari pengembangan proyek hilirisasi batu baru menjadi DME adalah adanya investasi asing yang masuk ke Indonesia senilai US$2,1 miliar. Selain itu terdapat pemanfaatan sumber daya batu bara kalori rendah sebesar 180 juta ton selama 30 tahun sesuai dengan usia pabrik.
Pemanfaatan DME disebut bakal mengurangi impor LPG pemerintah sebesar 1 juta ton LPG per tahun dan menghemat cadangan devisa sebesar Rp9,7 triliun atau sekitar Rp290 triliun selama 30 tahun.
Di samping itu, terpadat potensi penghematan neraca perdagangan sebesar Rp5,5 per tahun atau Rp165 triliun untuk 30 tahun.
Dengan diproduksi di dalam negeri, kata Arviyan, produk DME dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG oleh pemerintah.
“Untuk memproduksi 1 juta LPG cuma 6 juta ton batu bara [kalori rendah], kalau 20 tahun 120 juta ton, sedangkan kita punya cadangan 2 miliar ton,” ungkapnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn