Nilai saham BRI Syariah (BRIS) tiba-tiba melejit setelah pengumuman rencana penggabungan tiga bank syariah anak usaha bank BUMN oleh Kementerian BUMN pada Oktober 2020. Saham BRIS sudah merangkak sejak Juli dari level 330 ke level 609 per Agustus 2020.
Saat pengumuman penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA), saham BRIS melesat hingga ke level 1.600. Analis Binaartha Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama menyampaikan market welcome dengan aksi strategis tersebut.
Isu tersebut sudah berlangsung sejak Juli. “Ya betul, kenaikannya karena isu merger,” katanya
BRI Syariah adalah bank syariah anak BUMN pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 2018. Tujuannya untuk memperkuat struktur permodalan, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan kepercayaan publik kepada perusahaan, dan meningkatkan loyalitas karyawan.
Setelah melantai di bursa, BRI Syariah mampu meningkatkan kinerja keuangannya secara berkesinambungan. Pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) asset sebelum IPO adalah sebesar 14,09 persen, sementara setelah IPO menjadi 16,92 persen. Pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) juga terjadi di pembiayaan sebelum IPO adalah 6,82 persen, setelah IPO menjadi 20,01 persen.
Direktur Bisnis Ritel BRI Syariah, Fidri Arnaldy sempat menyampaikan bahwa kinerja perusahaan yang juga terus membaik berpengaruh pada nilai saham. Perusahaan berkomitmen pada para pemegang saham untuk terus memperbaiki kinerja dengan beragam inovasi.
Hingga penutupan perdagangan akhir tahun 2020, BRIS sudah bertengger di level 2.250, atau dalam satu tahun nilainya sudah tumbuh 607,55 persen. Ini menjadi berkah bagi publik pemilik saham BRIS.
Ketua Project Management Office (PMO) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN, Hery Gunardi bersyukur peningkatan nilai saham BRIS menjadi salah satu tolak ukur dari penerimaan publik atas rencana merger. Ia menilai Bank Syariah Indonesia nanti berkomitmen membawa maslahat untuk masyarakat.
“Dengan saham BRIS yang terus meningkat, ini jadi berkah juga untuk para pemilik sahamnya, sudah naik terus,” katanya dalam sebuah kesempatan diskusi daring, beberapa waktu lalu.
Namun, porsi saham publik nantinya akan terdilusi menjadi 4,4 persen pada saat legal merger tanggal 1 Februari 2021. Direktur Utama BRI Syariah, Ngatari menyampaikan saham publik BRIS akan terdilusi seiring dengan perubahan kepemilikan saat merger.
“Saat ini saham publik memiliki porsi 23,3 persen, jadi akan terdilusi,” katanya dalam konferensi pers Public Expose BRIS, Kamis (5/11).
Namun demikian, jumlah ini kemungkinan akan kembali ditambah seiring dengan kewajiban minimal porsi saham publik perusahaan setelah merger yakni sekitar 7,5 persen. Hery pun sudah menghembuskan rencana menaikannya hingga 20 persen dan akan melaksanakan right issue.
Meski ia tidak menyebutkan dengan pasti kapan rencana Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) tersebut akan dilakukan. Menurutnya perusahaan sedang fokus pada berbagai proses penggabungan sebelum resmi terintegrasi.
Dalam ringkasan rencana merger, komposisi pemegang saham pada Bank Hasil Penggabungan adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) sebesar 51,2 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) sebesar 25,0 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 17,4 persen, DPLK BRI – Saham Syariah sebesar dua persen dan publik sebesar 4,4 persen.
Sumber Republika, edit koranbumn