Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung tahun 2020 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.
SEMA yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin tersebut berisi enam rumusan. Yakni rumusan kamar pidana, rumusan kamar perdata, rumusan kamar agama, rumusan kamar militer, rumusan kamar tata usaha negara dan rumusan kamar kesekretariatan.
Khusus, rumusan kamar pidana, terdapat lima poin. Salah satunya, terkait kerugian anak perusahaan BUMN/BUMD bukan termasuk kerugian keuangan negara. Namun, setidaknya harus ada tiga syarat yang terpenuhi untuk menyebut bahwa hal tersebut bukan termasuk kerugian keuangan negara.
Apa saja? “Kerugian yang timbul pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD. atau bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD dan tidak menerima/menggunakan fasilitas negara, bukan termasuk kerugian keuangan negara,” demikian bunyi poin nomor 4 Rumusan Kamar Pidana yang dikutip Kontan.co.id dari website MA, Senin (4/1).
Ketentuan rumusan pidana lain, dalam perkara tindak pidana perpajakan, Majelis Hakim selain menjatuhkan pidana penjara juga menjatuhkan pidana denda yang jumlahnya minimal dua kali atau maksimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari jumlah pajak yang tidak disetor/diselewengkan oleh terdakwa.
Jika terpidana tidak membayar denda paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi denda tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda, maka dipidana dengan pidana kurungan paling lama delapan bulan yang diperhitungkan secara proporsional.
Ketentuan lain di rumusan pidana dalam SEMA MA adalah soal putusan hakim pidana yang amarnya menetapkan status barang bukti “dirampas untuk negara”, eksekusi tetap dilaksanakan oleh Jaksa selaku eksekutor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, walaupun ada putusan pailit dari Pengadilan Niaga yang menyatakan Terdakwa dalam keadaan pailit.
Hal lainnya, dalam perkara tindak pidana korupsi, pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti harus diperhitungkan/dikompensasikan dengan uang/barang yang telah disita/dititipkan dan/atau yang telah dikembalikan oleh terdakwa kepada penyidik/JPU/kas negara/kas daerah.
Sumber Kontan, edit koranbumn