Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakinkan, kebijakan BI di tahun 2021 diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi, sambil bekerja sama dengan pemerintah.
“Tentu dengan melanjutkan kebijakan-kebijakan. Seperti, stabilitas rupiah, kebijakan terkait ekspor, dan kami akan mengadaptasi suku bunga yang rendah,” kata Perry dalam Mandiri Investment Forum, Rabu (3/2).
Dari kebijakan moneter, bank sentral akan terus mengawasi pergerakan rupiah. saat ini, rupiah masih bergerak secara undervalued dan ke depan masih bisa lebih kuat.
Dari sisi kebijakan suku bunga acuan, tren suku bunga di tahun ini akan tetap rendah sampai ada tanda-tanda peningkatan inflasi. Apalagi, kita tahu saat ini persoalan inflasi adalah masalah permintaan yang masih lemah sehingga inflasi juga ikut rendah.
“Suku bunga saat ini 3,75%. Itu yang terendah sepanjang sjearah. Menurut saya, ini sudah positif dalam mendorong ekonomi kita,” tegasnya.
Kemudian, bank sentral telah melakukan kebijakan quantitative easing (QE) pada tahun 2020 sebanyak Rp 726,6 triliun atau setara dengan 4,69% dari produk domestik bruto (PDB), dan merupakan yang terbesar dari negara sebaya.
QE ini terdiri dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebesar Rp 166,2 triliun, term-repo dan FX Swap senilai Rp 289,6 triliun, penurunan giro wajib minimum (GWM) Rupiah 300 basis poin (bps) dengan likudiitas sebesar Rp 155 triliun, juga tidak mengenakan tambahan giro untuk RIM dengan likuiditas sebesar Rp 15,8 triliun.
Guyuran likuiditas ini akan dilanjutkan di tahun 2021. Bahkan dari awal tahun 2021 hingga tanggal 27 Januari 2021, BI telah melakukan QE sebesar Rp 12,08 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn