Pemerintah menggelontorkan sejumlah program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang disalurkan melalui perbankan. Salah satunya memberikan restrukturisasi kredit sesuai Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Restrukturisasi kredit diberikan kepada Bank Himpunan Milik Negara (Himbara). Sepanjang 2020, Bank Himbara telah menyalurkan restrukturisasi kredit kepada pelaku UMKM di Indonesia.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk restrukturisasi kredit kepada 2,83 juta nasabah akibat pandemi Covid-19. Adapun nilai restrukturisasi kredit mencapai Rp 186,6 triliun sepanjang 2020.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan restrukturisasi kredit mengalami penurunan dibandingkan realisasi sebelumnya sebesar Rp 193 triliun.
“Ini adalah berita baik karena sudah menurun, jadi sebelumnya Rp 193 triliun yang direstrukturisasi,” ujarnya kepada wartawan, seperti dikutip Kamis (4/2).
Menurutnya penurunan restrukturisasi kredit menandakan nasabah-nasabah telah banyak bangkit dan kembali normal, sehingga nilai yang direstrukturisasi mengalami penurunan.
Selanjutnya nilai pinjaman UMKM dengan penjaminan yang telah disalurkan senilai Rp 8,73 triliun kepada 14.396 debitur. Kemudian subsidi bunga telah diberikan kepada 6,57 juta debitur senilai Rp 5,46 triliun.
Bantuan produktif usaha mikro juga telah tersalurkan senilai Rp 18,6 triliun kepada 7,7 juta pelaku usaha mikro. KUR (Kredit Usaha Rakyat) super mikro senilai Rp 8,66 triliun yang diterima oleh 985 debitur.
Lalu, subsidi gaji juga disalurkan senilai Rp 6,45 triliun kepada 5,38 juta rekening penerima bantuan. Dalam waktu tiga bulan, BRI telah mencapai target porsi penerima dari segmen mikro KUR sebesar 41 persen, mikro non KUR 31,3 persen dan pengusaha kecil ritel dan menengah 27,7 persen.
Sementara PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk restrukturisasi kredit senilai Rp 57,5 triliun kepada 330.381 debitur sepanjang 2020. Adapun realisasi ini 80 persen di antaranya merupakan pemegang kredit pemilikan rumah.
“Sebanyak 80 persen merupakan pemegang KPR, sehingga memang ini lebih ke arah debitur KPR paling banyak,” ujar Plt Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu.
Tak hanya itu Nixon menuturkan BTN juga telah melaksanakan amanah PMK 70/PMK 05/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional. BTN mendapat penempatan dana pemerintah sebesar Rp 10 triliun dan telah disalurkan kredit sebesar Rp 34 triliun bagi 108.522 debitur.
“Sesuai dengan kesepakatan untuk bisa triple ke pertumbuhan kredit maka Rp10 triliun dana pemerintah menjadi Rp 34 triliun ekspansi kredit sudah kami laksanakan dengan baik,” ucapnya.
Menurutnya, penempatan dana Rp10 triliun memiliki output pada perekonomian sekitar Rp 21,5 triliun karena ada beberapa sektor yang mengalami dampak terbesar dari properti yaitu perdagangan selain mobil dan motor, jasa real estate, dan pendidikan.
Sementara PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatatkan nilai restrukturisasi kredit senilai Rp 123,4 triliun yang terdiri dari 543.758 debitur sepanjang 2020. Adapun nilai tersebut merupakan 16,2 persen dari total baki kredit.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan dari nilai restrukturisasi tersebut, terdapat 10 persen debitur yang termasuk dalam high risk dan akan masuk dalam kategori kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada tahun ini. Namun sebesar 90 persen lainnya masih baik dan akan mengalami recovery pada 2021.
“Berdasarkan analisa 10 persen sampai 11 persen dari debitur yang masuk kategori high risk yang memiliki kemungkinan tidak bisa survive dari pandemi sehingga akan downgrade ke NPL saat tenor restrukturisasi selesai pada 2021. Dan sebesar 90 persen dari debitur masih ada kemungkinan besar survive,” ujarnya.
Dari nilai restrukturisasi tersebut, senilai Rp 33,9 triliun dari 336.819 merupakan debitur UMKM. Sedangkan Rp 89,6 triliun atau 206.939 nasabah merupakan debitur non-UMKM. Menurutnya para debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi ini seluruhnya merupakan debitur yang sehat sebelum masa pandemi.
Menurutnya permohonan restrukturisasi kredit paling tinggi terjadi pada kuartal kedua tahun lalu. Terutama setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK 11/2020 yang memberikan ruang kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan pinjaman dari restrukturisasi kredit senilai Rp 102,4 triliun atau 18,6 persen dari total pinjaman. Adapun langkah ini untuk menekan dampak pandemi Covid-19 melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan restrukturisasi kredit diberikan kepada segmen korporasi sebesar Rp 44,2 triliun, segmen menengah Rp 21 triliun, segmen kecil Rp 28 triliun, dan senilai Rp 9,2 triliun segmen konsumer.
“Sebagian besar debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi pinjaman berasal dari sektor manufaktur 27 persen atau sekitar Rp 27,6 triliun; sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 15,4 persen atau sekitar Rp 15,8 triliun; dan sektor pertanian sebesar 12,6 persen atau sekitar Rp 12,9 triliun,” ujarnya.
Menurutnya ketiga sektor ini terdampak paling parah oleh pandemi dan merupakan 55 persen dari total pinjaman yang direstrukturisasi karena Covid-19. Adapun skema restrukturisasi, perseroan menggunakan beberapa skenario yang meliputi penjadwalan ulang pokok, penundaan pembayaran bunga, serta penurunan suku bunga.
Sumber Republika,edit koranbumn