Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuka pintu bagi investor untuk menanamkan modalnya di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) melalui Indonesia Investment Authority (INA) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Menurut Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, BSI memerlukan penambahan modal yang cukup besar untuk mendukung aktivitas bisnis.
Kartika mengatakan, penambahan modal bakal dilakukan melalui penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue. “Kami ingin melakukan rights issue dan jika ada kecocokan minat, kami akan sangat terbuka untuk bekerja sama dengan investor,” kata Kartika dalam acara Mandiri Investment Forum 2021, di Jakarta, Rabu (3/2).
Kendati demikian, Kartika tak menjelaskan secara detail mengenai rencana BSI menggaet investor melalui sovereign wealth fund (SWF). Kartika lebih banyak menjelaskan mengenai program LPI dalam beberapa tahun mendatang. Ia mengatakan, investasi dua tahun pertama di LPI akan diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan.
Kartika menyebut Indonesia ingin menggunakan momentum LPI dengan meningkatkan kualitas aset dan memperluas kapasitas dengan mitra global untuk membawa value creation setelah pandemi. “Saya pikir bandara dan pelabuhan akan menjadi permainan yang sangat menarik dalam jangka menengah,” ucap Kartika.
Untuk jangka menengah dan jangka panjang, lanjut Kartika, pemerintah ingin menempatkan aset swasta sebagai investasi LPI. Oleh karena itu, pemerintah mendorong mitra lokal yang memiliki aset kuat untuk juga bekerja sama dengan LPI memiliki aktivitas penciptaan nilai bersama dalam peta jalan jangka menengah dan panjang.
Untuk menarik minat investasi swasta domestik maupun luar negeri, Kartika menyebut pentingnya kehadiran lembaga yang kredibel seperti LPI sebagai mitra investasi global. “Saya pikir kami akan mengerjakan semua aset ini dengan fleksibel dan dengan banyak diskusi dengan minat dari mitra yang berbeda,” kata Kartika.
Bank Syariah Indonesia yang merupakan bank hasil penggabungan BRI Syariah, BNI Syariah, dan Mandiri Syariah bertekad untuk dapat bersaing di kancah global. Salah satu strategi mewujudkan itu adalah dengan mencari investor strategis di luar negeri.
Sejak awal didirikan, BSI ditargetkan dapat masuk jajaran 10 besar bank syariah dunia. Direktur Utama BSI Hery Gunardi pada Selasa (2/2) mengatakan, keberadaan investor strategis dapat memperkuat permodalan BSI dan membantu berekspansi ke mancanegara. Sebab, investor yang digandeng bisa membuka cabang BSI di negaranya. Hery mengaku mengincar investor strategis dari kawasan Timur Tengah.
Peneliti ekonomi syariah Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fauziah Rizki Yuniarti menilai LPI yang merupakan SWF merupakan salah satu jalan bagi Bank Syariah Indonesia untuk memperkuat permodalan. Sudah seharusnya BSI memanfaatkan LPI. “BSI yang mengincar investasi dari Timur Tengah melalui SWF merupakan hal yang tepat,” kata dia, kemarin.
Fauziah mengatakan, BSI punya cukup banyak investor potensial yang dapat disasar, termasuk investor dari negara-negara G-20. Pada dasarnya, kata dia, BSI perlu menguatkan permodalan agar bisa terus berinovasi. Apalagi, BSI punya visi untuk melayani dan memenuhi kebutuhan umat dalam segala level, dari UMKM, korporasi, hingga konglomerat.
Fauziah menegaskan, permodalan yang kuat diperlukan karena selama ini bank syariah masih lemah dalam menghimpun dana murah. “By nature, bank-bank syariah memiliki banyak keterbatasan dalam mendapatkan dana murah, hal ini terkait dengan sharia compliance yang harus dipenuhi,” katanya.
Oleh karena itu, BSI yang baru saja diluncurkan memang harus lebih gencar dan inovatif mencari sumber dana lain. Apalagi, pertumbuhan dana murah perbankan cukup melambat selama era pandemi ini
Dalam menjalankan bisnis, BSI dinilai perlu melakukan inovasi yang kuat dan masif dalam hal riset dan pengembangan produk. Tujuannya untuk menghasilkan produk, layanan, dan paket perbankan yang mampu menarik investor luar negeri.
Hery Gunardi pada akhir Januari juga pernah mengungkapkan bahwa BSI mengincar investasi melalui SWF untuk membantu memperkuat permodalan. Keberadaan SWF membuka peluang investor global sebagai investor strategis untuk memiliki saham BSI.
“Kita ingin kukuhkan juga investasi, partnership, kami sambut kebijakan SWF, mana tahu ada investor global yang ingin memiliki saham atau kepemilikan di BSI,” katanya dalam Webinar 7th Indonesia Islamic Economic Forum Masyarakat Ekonomi Syariah, Jumat (22/1).
Ia mengatakan, sudah ada beberapa pihak yang melakukan pendekatan awal meski belum lebih jauh. Investor tertarik karena posisi BSI yang mengusung branding inklusif, memiliki produk inovatif, berfokus ke digitalisasi, dan sasaran pasar menyeluruh.
Dengan menguatnya permodalan BSI, maka industri bisa tumbuh dan berkembang lebih cepat. BSI mengincar investor global strategis, khususnya yang berasal dari Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait, dan Arab Saudi.
Penguatan internal
BSI saat ini sedang berfokus melakukan penguatan internal dalam proses integrasi setelah legal merger. Group Head Corporate Secretary BSI Rosalina Dewi menyampaikan, hal ini menjadi agenda penting selain integrasi sistem. “Kami melakukan penguatan di internal yang berkaitan dengan integrasi budaya pekerja, infrastruktur, produk, serta layanan,” katanya kepada Republika, Rabu (3/2).
Di sisi integrasi budaya pekerja, BSI menerapkan core values Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif ( AKHLAK). Core values itu menjadi rujukan untuk program-program kepegawaian.
Di sisi produk dan layanan, bank telah memilih produk dan sistem layanan terbaik yang akan digunakan. Pemilihan telah dilakukan oleh tim integration management office sebelum legal merger. “Produk yang dijual kepada nasabah tentunya adalah yang terbaik dari ketiga bank dan mengakomodasi semua segmen masyarakat,” katanya.
Sumber Republika.id , edit koranbumn