Pemerintah secara bertahap mulai mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk bersubsidi lewat berbagai program yang digerakkan produsen pupuk pelat merah.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi mengatakan pemerintah ingin petani mandiri dengan pendampingan dari produsen pupuk.
“Kita ingin petani mandiri. Sehingga ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi bisa berkurang,” ujarnya saat berkunjung ke Palembang, Kamis (8/4/2021).
Dia memaparkan kebutuhan pupuk petani di Indonesia mencapai 24 juta ton. Sementara produksi yang dihasilkan tahun ini ditargetkan bisa mencapai 13 juta ton.
Sementara untuk pupuk bersubsidi mencapai 9 juta ton. Kebutuhan subsidi tersebut pelan-pelan bakal dikurangi.
Harvick mengatakan, distribusi pupuk bersubsidi selama ini selalu menjadi polemik. Banyak permasalahan dalam prosesnya. Oleh karena itu, penggunaan pupuk nonsubsidi akan ditingkatkan.
“Sebetulnya jika petani bisa mengatur penggunaan dan dosis yang sesuai, mereka tidak perlu lagi subsidi pupuk. Makanya, inilah yang ingin kita kejar. Subsidi pupuk juga saat ini sangat tergantung dengan anggaran pemerintah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, Kementerian Pertanian saat ini terus memonitor ketersediaan pupuk di seluruh wilayah di Indonesia. Terutama untuk memenuhi kebutuhan musim tanam kedua.
Salah satu program yang digerakkan produsen pupuk adalah Agro Solution milik PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).
Petani nantinya akan dibekali kemampuan dalam mengatur ketepatan waktu pemberian pupuk, dosis yang diberikan, cara pemupukan yang baik dan benar serta memperhitungkan proyeksi harga pupuk dengan produksi yang bakal dihasilkan.
Sehingga, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk non subsidi bisa tertutupi.
Direktur Utama PT Pusri Palembang, Tri Wahyudi Saleh, mengatakan pihaknya terus mendorong penggunaan pupuk non subsidi melalui program Agro Solution.
“Kami tawarkan pola pendampingan Agro Solution. Agar penggunaan pupuk non subsidi bisa efektif dan efisien,” ujarnya.
Menurutnya, selisih harga antara pupuk subsidi dengan non subsidi sekitar Rp2000.
Selisih tersebut sebenarnya bisa tertutupi saat petani bisa mengatur jumlah pupuk yang digunakan. Varian pupuk non subsidi juga saat ini terus dikembangkan. Disesuaikan dengan jenis tanaman. Seperti Pupuk NPK khusus singkong yang sudah digunakan oleh petani di kawasan Pati.
“Selama ini, produksinya 20 ton. Setelah menggunakan NPK singkong, produksinya bisa mencapai 40 ton per ha. Selisih produksi yang cukup besar kan bisa menutupi biaya pembelian pupuk nonsubsidi,”
Sumber Bisnis, edit koranbumn