PT Pertamina (Persero) memangkas total kapasitas proyek-proyek kilang yang tengah dilaksanakan menjadi sebesar 1,42 juta barel per hari (bph).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, revisi kapasitas dilakukan menyusul disrupsi yang terjadi dimana pengembangan ke depan bakal terfokus pada mobil listrik dan Energi Baru Terbarukan (EBT).
” Kami review lagi dengan pemerintah. Electric Vehicle dan New Renewable Energy (NRE) jadi fokus pemerintah, maka Pertamina melakukan alignment. Maka program kilang tadinya double kapasitas 1 juta barel ke 2 juta maka kami revisi. 1 juta maka direvisi 1,425 juta bph,” kata Nicke dalam RDP bersama Komisi VII, Selasa (1/6).
Adapun, rinciannya tambahan 425 ribu bph ini nantinya akan berasal dari Proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban sebesar 300 ribu bph, sisanya 100 bph dari Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan dan dari Kilang Balongan sebesar 25 ribu bph.
Sebelumnya, PT Pertamina memastikan proyek pembangunan kilang baru dan upgrade kilang eksisting membutuhkan investasi sebesar US$ 40 miliar. Nantinya, nilai investasi ini akan digunakan hingga 2027 mendatang.
Di sisi lain, Salah satu mitra atau equity partner PT Pertamina pada Proyek Refinery Development Master Plant (RDMP) Balikpapan dikabarkan mundur dari rencana kerjasama yang tengah dijajaki.
Direktur Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, sedianya ada dua equity partner yang tengah menjajaki diskusi dengan Pertamina yakni yakni GIC Limited asal Singapura serta Mubadala.
Dalam perjalanan, salah satu partner menyatakan mundur dari rencana kerja sama tersebut.
“Memang sebelumnya ada proses pemilihan partner untuk investasi. Sudah mengerucut ke GIC dan Mubadala. Kemudian ada yang belum dapat kami sepakati walaupun secara formal belum tapi informal salah satu pihak dari dua itu menyatakan mundur,” kata Nicke dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Senin (31/5).
Kendati demikian, Nicke masih enggan merinci pihak mana yang bakal mundur.
Nicke menambahkan, saat ini pihaknya pun tengah menjalin komunikasi dengan Indonesia Investment Authority (INA) untuk kemungkinan masuknya INA sebagai equity partner.
sumber Kontan, edit koranbumn