Hingga 30 Juni 2020, PT Pertamina (Persero) memiliki utang sebesar US$ 40,56 miliar atau setara Rp 602,43 triliun. Adapun jumlah utang itu tercatat naik 13,1% dari US$ 35,86 miliar pada 31 Desember 2019.
Fajriyah Usman, SVP Corporate Communication & Investor Relation Pertamina mengatakan, sepanjang 2020, perusahaan BUMN termasuk Pertamina selama pandemi Covid-19 tetap berperan untuk menjalankan proyek strategis dari pemerintah.
Untuk itu, Pertamina melakukan investasi guna menjalankan proyek sehingga memerlukan modal yang cukup. Selain pendanaan dari internal perusahaan, Pertamina juga mencari dukungan dana dari investor atau peminjam.
“Namun pinjaman (utang) ini sifatnya produktif, karena melalui proyek tersebut, Pertamina dapat mendorong peningkatan pendapatan perusahaan dan kelak akan dimanfaatkan untuk membayar utang berjalan,” jelas dia
Fajriyah menambahkan, Pertamina turut melakukan upaya untuk mempertahankan rasio utang yang sehat di tengah pandemi Covid-19.
Beberapa strategi yang dijalankan perusahaan pelat merah ini antara lain dengan sinking fund, membeli kembali atau buyback global bond sebagai bentuk dari liability management sehingga jumlah pinjaman Pertamina berkurang.
Selain itu, Pertamina juga melakukan cash management dan akselerasi penagihan piutang.
Sehingga perusahaan memastikan seluruh dana investasi baik yang bersumber dari equity maupun pinjaman dapat meningkatkan pendapatan perusahaan yang pada akhirnya dapat membayar beban perusahaan.
Dia pun menyampaikan, sampai saat ini realisasi pembayaran utang bond yang jatuh tempo pada tahun 2021 telah dilunasi sebesar US$ 391 juta. Sementara di tahun 2020 lalu, Pertamina sudah menyelesaikan tiga corporate loan dengan total nilai US$ 549,4 juta.
Adapun, Pertamina berupaya melakukan berbagai upaya menghadapi tantangan dampak pandemi Covid-19 diantaranya melalui implementasi transformasi, efisiensi, dan akuntabilitas secara konsisten.
“Dengan fundamental yang baik, pada 2021 Pertamina langsung mengakselerasi kinerja operasional untuk mencapai target pertumbuhan tinggi lebih dari 20%,” ujarnya.
Untuk mencapai target tersebut, Fajriyah bilang Pertamina telah menetapkan anggaran belanja modal perusahaan atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 10,7 miliar di tahun 2021.
Asal tahu saja, jumlah tersebut dua kali lipat dari realisasi capex di tahun 2020 yang senilai US$ 4,7 miliar.
“Dari total US$ 10,7 miliar, 46% akan didedikasikan untuk kegiatan hulu migas sebagai upaya memastikan peningkatan produksi serta cadangan migas. Sehingga dapat berdampak pada penurunan impor minyak mentah nasional,” sambungnya.
Sementara sekitar 36% lainnya dialokasikan untuk melanjutkan pengembangan kilang dan petrokimia dan 18% akan diserap untuk kegiatan bisnis lainnya, termasuk melanjutkan pengembangan energi baru dan terbarukan.
Sumber Kontan, edit koranbumn