Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta semua pihak melihat kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN secara utuh, tidak hanya sekedar utangnya saja. Pernyataan ini disampaikan Sri terkait utang dari sejumlah perusahaan pelat merah yang mencapai angka Rp 5.217 triliun.
“Sama kalau anda lihat muka saya, jangan hidungnya saja, lihat semuanya,” kata Sri dalam diskusi di Nusa Dua, Bali, Kamis, 6 Desember 2018. Begitupula dengan BUMN, Sri meminta semua pihak juga melihat komponen lain dalam neraca keuangannya
seperti ekuitas atau kepemilikan dalam bentuk nilai uang, leverage atau pembiayaan via utang, dan capital atau modal.
Jika suatu perusahaan BUMN memiliki leverage alias uang yang banyak, namun secara ekuitas tebal, maka sebenarnya perusahaan tersebut cukup stabil. Akan tetapi, jika punya banyak utang tapi tidak punya ekuitas, maka perusahaan seperti inilah yang benar-benar harus mendapat perhatian.
Selain itu, ada juga perusahaan BUMN yang sebenarnya mendapat penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, ada perusahaan BUMN yang memang mengalami kenaikan utang, tapi injeksi ekuitas dari pemerintah-pun juga ikut naik. Sehingga, kondisi dari BUMN itu bisa diatur agar stabil.
Sebelumnya Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro, menjelaskan utang perusahaan BUMN yang mencapai Rp 5.271 triliun, namun tidak semuanya berasal dari utang rill. Dia menuturkan utang BUMN di sub sektor keuangan Rp 3.311, kemudian dana pihak ketiga atau DPK Rp 2.448 triliun, dan premi asuransi dan lain-lain Rp 335 triliun.
“Lagi-lagi utang rill ada 1.960 triliun. Saya sengaja buat di dalam lima kategori industri,” ucap Aloysius di Kantor Kementerian BUMN, Selasa, 4 Desember 2018. Utang tersebut, ujar Aloysius, merupakan utang pegawai, cadangan asuransi bagi pendiri yang harus diakui sebagai utang. Dia mengatakan premi ditanggung oleh perusahaan.
Kemudian, untuk dana pihak ketiga, menurut Aloysius tidak dapat dianggap sebagai utang. “Itu simpanan, di mana dari Rp 3.311 triliun tidak harus dia bayar kembali, kecuali ditarik uangnya. Ini bukan benar-benar utang, itu DPK,” tutur Aloysius.
Selanjutnya, Aloysius menambahkan, premi di sektor asuransi Rp 335 triliun tidak dapat disebut sebagai utang rill. Alasannya perusahaan mencairkan premi ketika ada tanggungan. Menurutnya, kalau tidak ada tanggungan, maka tidak ada yang harus dibayarkan.
Walau demikian, kata Sri, kementeriannya tentu akan terus memonitor kinerja tiap-tiap BUMN agar kesehatan keuangannya bisa selalu terjaga. Sebab, Kemenkeu juga menjadi pemilik saham di sejumlah BUMN. Sri pun juga yakin bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno pun juga akan terus memonitor kinerja seluruh BUMN yang ada.
Sumber tempo.co