Sektor perbankan syariah di Indonesia masih menunjukan kemampuannya bertahan di tengah krisis yang dibuktikan portofolio bisnis dan kinerja bank syariah, termasuk di pasar modal yang cenderung stabil.
Hal tersebut disampaikan oleh Chief of Economist Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo dalam acara Webinar Pasar Modal Syariah Indonesia yang diadakan oleh BSI pada Rabu 7 Juli 2021.
Menurut Banjaran, performa positif dari bank syariah di Indonesia ini menunjukan bahwa bank syariah di Indonesia secara fundamental bisa menjadi salah satu motor dalam pemulihan ekonomi nasional.
“Perbankan syariah mampu tumbuh kuat di tengah pandemi dan resilience di masa pandemi baik dari segi aset, pembiayaan, dan DPK perbankan syariah tumbuh diatas perbankan nasional. Sebagai catatan sampai dengan maret 2021, kita melihat ada pertumbuhan secara aset perbankan syariah sebesar 12,8% lebih tinggi dari perbankan konvensional dan perbankan nasional,” ujar Banjaran.
Di dalam pasar modal, Banjaran menyebut bahwa tren keuangan syariah cenderung stabil dan sudah bisa dikatakan bertumbuh. Menurutnya, hal tersebut dikarena para investor retail menganggap bahwa berinvestasi di saham syariah dan sukuk syariah lebih aman dan stabil di masa pandemi seperti saat ini dan jika tren positif tersebut terus terjaga, maka potensi ekonomi syariah di Indonesia semakin membesar akan tercapai ketika masa pandemi berakhir.
“Investor ritel tumbuh luar biasa (investor 1 lot 2 lot) tapi banyak, dan memberikan pertumbuhan yang signifikan. Juga jumlah kepemilikan reksadana syariah dan sukuk korporasi juga meningkat. Hal ini mengindikasikan pasar modal syariah tidak hanya potensi tumbuh, tapi sudah menggambarkan pertumbuhan, kalau tren ini terjaga, setelah Covid-19 selesai kita akan lihat dominasi pasar modal syariah yang luar biasa terhadap perekonomian Indonesia, dan memberikan sumbangan positif terjadap ekonomi Indonesia dan ekonomi syariah lebih besar lagi,” kata Banjaran.
Jika melihat data yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia, Bank Syariah Indonesia sebagai salah satu entitas besar yang tercatat di BEI, merupakan salah satu emiten yang paling stabil. Dalam pantauan 6 bulan terakhir sejak BSI diluncurkan pada 1 Feb 2021, emiten dengan kode BRIS ini stabil pada angka 2.350-2.190.
Ketangguhan dari BSI di pasar modal diperlihatkan dengan meningkatnya performa saham BRIS selama sebulan terakhir yakni meningkat 20%, walaupun kondisi market sedang diguncang oleh pandemi Covid-19 sejak awal Juni 2021.
Banjaran melihat, bahwa perolehan tren positif yang terus diperoleh bank syariah di Indonesia juga dikarenakan kemampuan bank syariah di Indonesia dalam menciptakan layanan berbasis digital yang lebih memudahkan masyarakat dan nasabahnya. Hal ini dikarenakan, produk bank syariah di Indonesia bisa masuk ke sektor-sektor mikro yang menjadi hajat hidup orang banyak.
“Sektor IT akan jadi tumpuan, juga jasa kesehatan dan kegiatan sosial, tetapi kita harus lihat overheat dari dua jasa terakhir tadi, dimana akan ada batas atas dari dua jasa tadi. Uprise akan ada di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sektor yang akan rebound lebih awal itu perdagangan besar dan eceran,” ujarnya.
Direktur Wholesale Transactional Banking BSI Kusman Yandi mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu wujud komitmen BSI kepada masyarakat Indonesia dalam menciptakan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang lebih inklusif. Sekaligus dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat terhadap ekonomi perbankan syariah.
“Acara ini dihadirkan sebagai bentuk komitmen BSI dalam mendukung pengembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia. Data menunjukkan pasar modal syariah menyumbangkan aset sebesar Rp 1.077,62 triliun dari total aset keuangan syariah di Indonesia yang mencapai Rp 1.823,13 triliun pada Januari 2021. Tentunya angka tersebut dapat dioptimalkan kembali seiring dengan naiknya jumlah investor milenial di Indonesia di era pandemi ini,” ujar Kusman Yandi dalam sambutannya.