Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid menyarankan agar menghapus rencana pemerintah untuk memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Menurutnya, dalam kondisi pemulihan ekonomi yang masih berlangsung di tahun depan, sangat tidak tepat apabila PMN diberikan kepada sektor perbankan.
Kata Nusron kondisi keuangan BNI dan BTN masih sehat. Ia bilang lebih baik keduanya mencari alternative pembiayaan lainnya seperti memperbanyak jumlah rights issue.
Selain itu, untuk memperbesar capital adequacy ratio (CAR), pemerintah bisa menahan dividen yang diberikan BNI dan BTN kepada negara, dengan alasan modal kerja.
“Saya setuju uang Rp 9 triliun dari BNI dan BTN itu dialihkan ke BUMN farmasi dan rumah sakit supaya bisa memperbanyak jumlah dan memperbaiki kualitasnya. Ini penting dan sebetulnya yang harus diutamakan karena kan masih situasi krisis pandemi Covid-19,” kata Anggota Fraksi Partai Golkar tersebut, Kamis (8/7).
Adapun usulan tersebut datang dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Ia meminta agar DPR dapat menyetujui pemberian PMN kepada BNI sebesar Rp 7 triliun dan BTN sebesar Rp 2 triliun di tahun depan.
Suntikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 itu akan digunakan untuk pengembangan bisnis dan penguatan modal guna meningkatkan modal tier I dan capital adequacy ratio (CAR) BNI dan BTN.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menambahkan, posisi CAD BNI sejak 2016 sampai dengan 2020 berada di level 19,7% hingga 16,7%. Angka tersebut memosisikan BNI menjadi salah satu yang terendah di antara perbankan lainnya, demikian pula dengan kondisi CAR Tier I.
“Ini seiring dengan memang adanya pertumbuhan daripada pertumbuhan aset dan pinjaman BNI yang tidak didukung oleh pembentukan laba dan return earning yang memadai,” kata Tiko sapaanya, saat Rapat Kerja bersama dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (8/7).
Oleh karenanya, Toko berharap dengan adanya suntikan dana PMN, dapat mendorong proses restrukturisasi BNI yang dihadapkan dalam 1 tahun sampai 2 tahun ke depan berbagai masalah non performing load (NPL) dapat diselesaikan.
“Dan di 2022 nanti seiring dengan penyelesaian tantangan NPL atau NPL pasca Covid-19 kita bisa melakukan pertumbuhan yang lebih optimal ke depan,” kata Tiko.
Sumber KOntan, edit koranbumn