Proses transisi alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha PT Pertamina Hulu Energi, yang tinggal kurang dari sebulan lagi berjalan lancar meskipun ada beberapa proses yang memerlukan diskusi.
Dukungan semua pemangku kepentingan, terutama Pemerintah (Pusat dan Daerah) serta mitra bisnis PHR, menunjukkan suasana kondusif menjelang peralihan pengelolaan operator pada 8 Agustus 2021.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner, mengatakan dengan proses yang lancar tersebut akan berdampak terhadap proses estafet pengelolaan Blok Rokan berjalan dengan baik. Dengan demikian, PHR diharapkan dapat menjalankan kegiatan produksi dengan baik mengingat hampir tidak ada perubahan infrastruktur selain manajemen. Karyawan dan fasilitas produksi pun masih relatif sama dengan sebelumnya.
“Harapannya dengan proses yang lancar tersebut berdampak terhadap proses produksi Blok Rokan pasca diambil alih,” ujar Komaidi Notonegoro, Minggu (11/7).
Dalam proses alih kelola Blok Rokan dari CPI, PHR menyiapkan sembilan program transisi, yaitu bidang transisi pemboran, kontrak barang dan jasa, human capital, SOP, perizinan dan environment, serta IT dan petroteknikal. Selain itu data transfer, pembangkit listrik, chemical & EOR, dan pasokan gas.
Komaidi mengapresiasi sikap CPI sebagai KKKS sebelumnya yang kooperatif dan tidak ada pro kontra yang berarti dalam pelaksanaannya. Salah satu indikasinya adalah alih SDM yang hampir sebagian besar ke PHR dan berjalan lancar. Namun, lanjut dia, tantangan ke depan PHR adalah mempertahankan volume produksi. Apalagi secara umum blok migas habis masa kontrak sudah mengalami penurunan produksi yang signifikan. “Pekerjaan rumah umumnya hanya untuk mempertahankan produksi. Jika bisa menaikkan produksi, itu bonus,” katanya.
Komaidi menekankan, saat mulai alih kelola, internal PHR harus memahami bahwa Blok Rokan adalah salah satu kontributor utama dalam produksi minyak nasional hingga 25%. Bahkan di masa silam, Blok Rokan memberi kontribusi terbesar minyak bagi Indonesia, lebih dari 400 ribuan barel per hari. Seiring usia lapangan yang mature dan adanya penurunan alamiah (natural decline), produksi Blok Rokan kini turun menjadi berada di level 160-an ribu barel per hari. “Secara otomatis kinerja Blok Rokan akan menjadi perhatian publik dan para stakeholder pengambil kebijakan,” ujarnya.
Dia berharap, manajemen PHR harus siap dalam banyak hal.
Tidak hanya masalah teknis bisnis, tetapi juga aspek-aspek lain yang kemungkinan akan menyertainya. “Salah satunya adalah diperbandingkan dengan lapangan alih kelola lainnya yang dilakukan Pertamina,” katanya.
Sementara itu, Jaffee A. Suardin, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan menyampaikan, bahwa hingga saat ini PT Pertamina Hulu Rokan telah menyiapkan segala kebutuhan agar proses alih kelola ini berjalan lancar dan tanpa kendala. Menerapkan upaya maksimal agar dalam proses transisi ini semua berjalan lancar dan yang terpenting bisa langsung tune in dengan tim eksisting.
“Untuk proses mirroring seluruh kontrak eksisting sudah mencapai lebih dari 100% dari 291 kontrak. Selain mirroring, juga dilakukan pengadaan baru dan kontrak melalui program Local Business Development (LBD) yang saat ini masih berproses dengan lancar. Proses alih pekerja, sebagai aset terpenting juga berjalan baik, tercatat 98,7% telah melengkapi dan mengembalikan aplikasi termasuk perjanjian kerja sesuai waktu yang ditentukan,” ujarnya.
Terkait aspek transfer teknologi, bahwa saat ini penyesuaian sistem IT juga terus dilakukan terutama aplikasi-aplikasi yang berkaitan langsung dengan operasi produksi maupun penunjangnya, juga termasuk pelatihan penggunaan sistem dari pertamina yang akan digunakan.
Selain itu, guna mempertahankan dan meningkatkan produksi migas Blok Rokan, PHR merencanakan pengeboran 84 sumur pengembangan pada tahun 2021 ditambah sisa sumur CPI. PHR juga mempersiapkan lebih kurang 270 sumur di tahun 2022. Ini adalah WK migas dengan investasi jumlah sumur terbanyak.
Terkait pengeboran sumur, juga disiapkan tambahan 10 rig pemboran sehingga secara total tersedia 16 rig pemboran serta 29 rig untuk kegiatan Work Over & Well Service yang merupakan mirroring dari kontrak sebelumnya.