Emiten BUMN farmasi PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) berpotensi mendapatkan dana Rp6 triliun dari penerbitkan saham baru melalui skema obligasi wajib konversi (OWK).
Dalam keterbukaan informasi, Kimia Farma berencana menambah modal lewat Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Manajemen Kimia Farma menjelaskan penambahan modal dengan HMETD diberikan kepada para pemegang saham untuk mengambil bagian dalam penerbitan Obligasi Wajib Konversi.
Adapun, obligasi yang akan dikonversi menjadi sebanyak-banyaknya 2.779.397.000 Saham Seri B dengan nilai nominal Rp100 per saham.Untuk aksi korporasi ini, emiten dengan kode saham KAEF akan meminta restu dari pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 27 Juli 2021.
Direktur Keuangan Kimia Farma Lina Sari mengungkapkan rencana penerbitan OWK KAEF ini dapat menguntungkan investor dan perseroan.
“KAEF menerbitkan OWK agar investor memiliki investment horizon yang lebih panjang dengan demikian diharapkan pada saat dilakukan konversi, harga konversi akan lebih optimal,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (13/7/2021).
Selain itu, dampak yang akan diperoleh KAEF tentunya struktur leverage perseroan akan lebih bagus. Artinya akan ada penurunan leverage sekaligus penurunan beban bunga.
Hal ini karena, pemegang OWK yang tidak langsung mengkonversi obligasinya menjadi saham membuat perseroan tidak terbebani kewajiban membayar bunga obligasi secara berkala. Salah satu syarat OWK adalah kupon bunga yang rendah atau tidak ada kupon sama sekali.
Ketika ditanyai besaran dana yang diincar perseroan mencapai Rp6 triliun, Lina menyebut besaran tersebut merupakan dana maksimal yang dapat diraup.
“Itu baru ancer-ancer saja, maksimal ya, tapi tergantung kondisi nantinya,” imbuhnya.
Dia juga menyebut Bio Farma sebagai pemegang saham pengendali belum memberikan komitmen untuk mengambil rights issue OWK ini.
Namun, artinya holding siap terdilusi jika tidak mengambil jatah HMETD-nya. Kendati tidak mengambil HMETD, Bio Farma tetap akan menjadi pemegang saham mayoritas.
Saat ini, kepemilikan Bio Farma mencapai 90 persen dalam KAEF. Jika induk usaha farmasi BUMN ini tidak melaksanakan rights issue OWK, maka presentase kepemilikan sahamnya akan terdilusi 33,35 persen menjadi 56,65 persen.
Hal ini sekaligus membuat KAEF memenuhi kebijakan metode pembobotan indeks free float dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Perhitungan berdasarkan free float disebut lebih dapat menggambarkan kondisi pasar yang sesungguhnya dibandingkan perhitungan kapitalisasi pasar.
Sumber Bisnis, Edit koranbumn