Komoditas Minyak Kelapa Sawit atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber bahan baku terbarukan (renewable resources) yang sangat banyak kegunaannya bagi kebutuhan industri dan rumah tangga.
Diketahui, terdapat berbagai produk Oleokimia turunan CPO yang manfaatnya beragam, mulai dari kegunaannya untuk bahan bakar alternatif seperti biodiesel, bahan industri sabun, bahan penghasil busa, bahan pelumas, industri tekstil, kosmetik, hingga minyak goreng dan margarin. Selain itu, CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia lanjutan, seperti methyl ester, fatty alcohol, asam lemak (fatty acid) dan gliserin (glycerine).
Saat ini, Indonesia masih melakukan ekspor sebagian besar minyak sawit mentah yang belum diolah. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang kimia, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) melihat pentingnya memacu hilirisasi CPO agar industri oleokimia dalam negeri dapat menghasilkan nilai tambah. Rahmad Pribadi, Direktur Utama PKT, mengatakan dalam rangka melakukan diversifikasi usaha, PKT tidak hanya mengembangkan industri turunan gas bumi saja, namun juga akan melakukan pengembangan di industri yang menggunakan renewable resource, seperti pengembangan industri oleochemical dan turunannya yang merupakan produk lanjutan dari CPO atau kelapa sawit.
“Langkah ini juga menjadi salah satu strategi pengembangan PKT, guna turut memaksimalkan potensi sektor kelapa sawit dan memastikan proses peningkatan nilai tambah dari hilirisasi industri sawit bisa dilakukan sepenuhnya secara in-house di Indonesia,” terang Rahmad.
Data dari Gabungan pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa ekspor minyak sawit mentah atau CPO mencapai 28,27 juta ton di 2020, sedangkan produk turunan oleokimia yang diekspor hasil produksi dalam negeri tercatat hanya 3,87 juta ton, sehingga dapat dilihat hilirisasi produk CPO dalam negeri masih menyimpan potensi lebih.
Guna memaksimalkan potensi tersebut, saat ini Pemerintah sedang bergerak untuk memperkuat hilirisasi industri sawit agar dapat tampil sebagai salah satu sektor andalan perekonomian Indonesia. Proses mulai dari bahan mentah CPO hingga produk oleokimia turunannya akan digencarkan untuk dilakukan di dalam negeri, baik untuk kebutuhan substitusi impor di ranah domestik maupun promosi ekspor. Upaya hilirisasi industri kelapa sawit di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jalur hilirisasi yakni oleopangan, oleokimia dan biofuel.
Menyikapi hal ini, Rahmad Pribadi memperlihatkan optimismenya dalam potensi industri oleokimia hilir di Kaltim, dimana angka produksi CPO di Kaltim saat ini mencapai 4,3 juta ton per tahun. Akan tetapi, saat ini belum terdapat industri pengolahan lanjutan oleokimia di wilayah ini.
Dalam usaha PKT untuk mengolah potensi industri oleokimia di Kaltim dan Indonesia pada umumnya, PKT tengah melakukan penyusunan kajian untuk membangun pabrik oleokimia yang akan menghasilkan produk turunan berupa fatty acid dengan potensi kapasitas produksi sebesar 100 ribu ton per tahun.
“Untuk sumber bahan baku, PKT telah memiliki kebun kelapa sawit sendiri dengan luas sekitar 7.400 Hektar melalui anak usaha, yaitu PT Kalimantan Agro Nusantara yang merupakan perusahaan kolaborasi dengan PTPN XIII,” ungkap Rahmad. Rencana pengembangan fatty acid tersebut menjadi tahap awal bagi PKT untuk melakukan pengembangan produk turunan oleokimia lainnya berbasis fatty acid seperti fatty alcohol dan fatty amine pada tahap selanjutnya.
Fatty acid dan fatty alcohol sendiri merupakan bahan baku berbagai produk, seperti sabun dan detergen, plastik, karet, kertas, lubricant, coating, makanan, lilin dan lain-lain. Menurut Asosiasi Oleokimia Indonesia (APOLIN), total kapasitas produksi fatty acid Indonesia mencapai sebesar 5,26 juta Metric Tonne Per Year (MTPY), dengan pertumbuhan kapasitas yang tidak mengalami peningkatan yang signifikan antara 2017 hingga 2020.
Potensi industri oleokimia yang tengah dikaji oleh PKT ini juga turut diperkuat dengan kepemilikan berbagai fasilitas pendukung yang saat ini telah dimiliki oleh Perusahaan, seperti lokasi pabrik yang berdekatan dengan sumber bahan baku CPO, tersedianya utilitas termasuk hydrogen, serta dermaga dengan draught rata-rata 13 m, sehingga dapat memasok bahan baku dan ekspor produk dengan kapasitas kapal yang cukup besar.
Selain itu, dalam aspek diversifikasi produk, PKT juga memiliki PreciPalm, yang merupakan sistem aplikasi rekomendasi pemupukan berbasis Pertanian Presisi (Precision Agriculture) yang cepat, tepat dan efisien pada perkebunan kelapa sawit. Teknologi ini dikembangkan bersama dengan tim ilmuwan Indonesia dari Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk meningkatkan efisiensi pemupukan lahan kelapa sawit hingga 30% dan mengoptimalkan produktivitas hasil pertanian kelapa sawit secara sustainable dalam jangka panjang.
“Dalam mendukung upaya hilirisasi industri ini, dibutuhkan kesiapan mata rantai industri secara menyeluruh. PKT senantiasa mengkaji hal tersebut untuk mempersiapkan mata rantai produksi oleokimia kami secara menyeluruh, agar dapat memaksimalkan nilai tambah sawit di industri, mulai dari ketersediaan dan pengayaan bahan baku, proses pengolahan, hingga kesiapan fasilitas pendukung industri yang telah dimiliki oleh perusahaan.
Harapan kami nantinya PKT dapat berkontribusi dalam kemajuan industri oleokimia di Kaltim dan Indonesia, demi menempatkan Indonesia sebagai ‘Raja’ hilir sawit pada tahun-tahun yang akan datang,” tutup Rahmad.