Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan akan melakukan uji coba penerapan layanan syariah di Aceh pada Agustus 2021. Nantinya, layanan syariah dari jaminan sosial ketenagakerjaan akan diterapkan secara bertahap di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Anggoro Eko Cahyo dalam webinar bertajuk The Future of Islamic Capital Market: Opportunities, Challenges, and Way Forward pada Kamis (15/7/2021). Dia memaparkan bahwa rencana pengembangan layanan syariah akan segera diimplementasikan.
Menurut Anggoro, pihaknya memulai inisiasi pengembangan layanan syariah pada 2019 seiring besarnya permintaan dari pekerja, sesuai dengan demografi penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. Setelah melalui berbagai tahapan kajian, uji coba pun siap dilaksanakan pada bulan depan.
“Kami akan memulai percobaan penerapan layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan pada Agustus 2021 di Aceh, di sana berlaku qanun sehingga kami coba kembangkan di sana terlebih dahulu,” ujar Anggoro pada Kamis (15/7/2021).
Menurutnya, setelah uji coba di Aceh pada bulan depan, pihaknya akan melakukan evaluasi untuk memulai penerapan secara bertahap di wilayah Indonesia pada 2022. Anggoro berharap layanan syariah itu dapat mendorong lebih banyak proteksi bagi pekerja, seiring tersedianya pilihan layanan konvensional maupun syariah.
Dia pun menjelaskan bahwa pihaknya pertama-tama melakukan survey terkait perlukah pengembangan layanan syariah, yang dilakukan di internal BP Jamsostek mengingat mereka pun merupakan golongan pekerja. Hasilnya, dari 2.036 responden, sebanyak 86 persen menilai perlu adanya layanan syariah dari jaminan sosial ketenagakerjaan.
Survei yang lebih luas pun dilakukan kepada pihak ekstenal, yakni pekerja di sepuluh provinsi. Hasilnya, 77,1 persen responden menilai perlu adanya layanan syariah. Secara rinci, para responden menilai jaminan hari tua (JHT) sebagai program yang paling harus memiliki layanan syariah (92,5 persen), disusul program jaminan kecelakaan kerja (89,8 persen), program jaminan pensiun (89,04 persen), dan jaminan kematian (85,05 persen).
“Kami perlu memastikan bahwa dengan layanan syariah, jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi lebih inklusif dan dapat diterima seluruh pekerja,” ujar Anggoro.
Rencana pengembangan layanan syariah pertama kali disampaikan kepada publik oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan periode 2016–2021 Agus Susanto dalam rapat dengan Komisi IX DPR pada Senin (18/11/2019). Pengembangan tersebut merupakan salah satu dari 16 program strategis BPJS Ketenagakerjaan pada 2019–2024.
Menurut dia, program tersebut sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah. Selain itu, produk dan layanan syariah pun dapat menjadi alternatif pilihan bagi peserta yang menginginkan adanya produk syariah.
“Program ini merupakan insiatif untuk mendukung visi pemerintah dalam membangun perekonomian syariah yang tertuang dalam Masterplan Arsitektur Keuangan dan Ekonomi Syariah,” ujar Agus pada Senin (18/11/2019).
Dia menjabarkan bahwa dalam kurun Oktober 2019–Januari 2020, pihaknya melakukan penyusunan cetak biru (blueprint) program serta melakukan survey pemetaan preferensi dan ekspektasi pekerja.
Selanjutnya, dalam kurun Februari–Mei 2020 pihaknya akan memproses fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kementerian terkait, koordinasi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), serta melakukan sosialisasi internal.
Lalu, dalam kurun Juni–September 2020 BPJS Ketenagakerjaan akan melakukan pengembangan proses bisnis, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), dan pengembangan aplikasi teknologi informasi (TI).
Sumber Bisnis, edit koranbumn