Emiten maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mencatatkan kerugian US$2,5 miliar sepanjang 2020. Sejumlah agenda disiapkan agar perseroan dapat keluar dari ambang kepailitan.
Di tahun 2020, Garuda mengalami kerugian sebesar US$2,5 miliar dan pada 31 Desember 2020, liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sejumlah US$3,8 miliar dan mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$1,9 miliar.
“Pandemi Covid-19, diikuti dengan pembatasan perjalanan, telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan, dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas Grup,” ungkap laporan keuangan perseroan, dikutip Minggu (18/7/2021).
Garuda Indonesia pun melakukan sejumlah langkah untuk mengurai tekanan likuiditas dan meningkatkan posisi keuangan grup, meliputi:
– Melakukan negosiasi kepada kreditur agar Grup mendapatkan relaksasi pembayaran hutang.
– Melakukan negosiasi dengan lessor untuk mendapatkan skema yang lebih baik bagi operasional Grup, termasuk namun tidak terbatas pada pengurangan pembayaran sewa bulanan dan dana cadangan pemeliharaan, dan merubah ke pengaturan power by the hour.
– Melakukan rasionalisasi positif jumlah karyawan sesuai dengan rencana jangka panjang Perusahaan.
– Mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang di Pemerintah untuk pencairan sisa dana fasilitas Obligasi Wajib Konversi.
– Memohon kepada instansi yang berwenang di Pemerintah agar Grup mendapatkan relaksasi pembayaran kewajiban perpajakannya.
– Memohon dukungan keuangan dan persetujuan dari instansi yang berwenang di Pemerintah agar Grup dapat menjalankan restrukturisasi keuangan dan operasinya Grup.
Manajemen Grup telah mengkaji proyeksi arus kasnya. Proyeksi arus kas mencakup periode tidak kurang dari dua belas bulan sejak tanggal 31 Desember 2020 dan telah diperpanjang untuk periode tidak kurang dari dua belas bulan sejak tanggal otorisasi laporan keuangan konsolidasian.
“Manajemen Grup berpendapat bahwa, dengan mempertimbangkan rencana dan langkah-langkah tersebut di atas, Grup akan memiliki sumber keuangan yang cukup untuk untuk melanjutkan kelangsungan usahanya dan oleh karena itu penyusunan laporan keuangan konsolidasian Grup dengan dasar kelangsungan usaha adalah tepat,” paparnya.
Namun demikian, keterlaksanaan dan efektivitas rencana manajemen dalam memperbaiki kondisi keuangan Grup akan bergantung pada asumsi-asumsi berikut ini.
Pertama, seluruh kreditur akan menyetujui relaksasi pembayaran utang. Kedua, lessor akan menyetujui untuk negosiasi restrukturisasi kewajiban sewa.
Ketiga, kemampuan Grup melakukan rasionalisasi positif jumlah dan biaya karyawan sesuai dengan rencana jangka panjang Grup. Keempat, bahwa pemegang saham akan terus memberikan dukungan finansial kepada Grup.
Terakhir, bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan menyetujui relaksasi pembayaran kewajiban perpajakan Grup.
“Jika Garuda tidak dapat merealisasikan rencana dan tindakan yang disebutkan di atas, Grup mungkin tidak dapat terus beroperasi sebagai kelangsungan usaha. Laporan keuangan konsolidasian ini tidak mencerminkan penyesuaian yang diperlukan jika Grup tidak dapat melanjutkan kelangsungan usahanya,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara aktif mendukung Grup melalui sejumlah tindakan seperti membentuk tim percepatan restrukturisasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan anggota dari Kementerian BUMN dan direksi serta manajemen senior Garuda.
Tim ini dibantu oleh penasihat keuangan, hukum dan konsultan strategi yang bereputasi internasional untuk merumuskan rencana restrukturisasi Grup.
Selain itu, mendorong bank-bank Pemerintah agar tidak menarik fasilitas kredit yang telah diberikan kepada Grup.
Kementerian BUMN juga mengeluarkan program Investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (IPPEN) yang diwujudkan melalui pemberian pinjaman kepada Grup sejumlah Rp1 triliun melalui LPEI di tahun 2020, dan fasilitas OWK Rp 8,5 triliun di bulan Desember 2020 di mana Rp1 triliun telah dicairkan pada Februari 2021.
Kementerian BUMN juga memberikan surat dukungan (support letter) kepada Kementerian Keuangan sehubungan dengan penerbitan OWK oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Sumber Bisnis, edit koranbumn