PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengungkapkan pengelolaan risiko kredit yang optimal menjadi salah satu strategi utama perseroan yang penting agar bisa melalui pandemi.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan perbankan harus bisa mengelola risiko kredit seoptimal mungkin bagi debitur restrukturisasi akibat Covid-19.
“Artinya bisa melakukan modelling, analisa, segmen mana saja yang bisa survive, segmen mana saja yang perlu dibantu dengan restrukturisasi ulang, dan segmen mana saja yang tidak akan survive sehingga butuh bantuan yang lebih dalam,” ujarnya saat webinar seperti dikutip Jumat (20/8).
Menurut dia perbankan harus bisa mengelola risiko kredit dari restrukturisasi dengan seoptimal akan sukses secara profit pada tahun ini dan juga tahun depan.
“Bank Mandiri, dari tahun lalu sampai sekarang kita sudah menyetujui restrukturisasi sebesar total Rp 126 triliun, akan tetapi balance dari kredit restruk tersebut pada Juni tinggal Rp 96,5 triliun. Jadi sudah ada penurunan balance, pelunasan, pembayaran, sehingga saldonya turun dari Rp 126 triliun menjadi Rp 96,5 triliun,” kata Ahmad.
Menurutnya debitur yang diberikan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan mereka yang sebelum pandemi memang debitur yang sehat, sehingga ketika ekonomi mulai sedikit pulih, sebagian besar dari debitur tersebut tidak lagi memerlukan restrukturisasi kredit.
“Strategi kedua yaitu bagaimana insight yang kita peroleh lebih dari setahun lebih ini, bisa kita gunakan untuk melakukan strategi yang tajam pertumbuhan bisnis. Artinya bagaimana menggunakan informasi untuk mengetahui industri sektor mana yang resilient dan industri sektor mana yang sudah tumbuh kembali, di provinsi-provinsi mana saja yang mereka kalau debitur di sana diberikan kredit sudah bisa tumbuh,” katanya.
Per Juli 2021, kredit Bank Mandiri tumbuh 6,7 persen dan bank plat merah tersebut masih menargetkan kredit tumbuh satu digit kisaran enam persen sampai tujuh persen.
“Kemudian strategi kita, akselerasi digital banking. Karena selama satu tahun lebih kita lihat memang kebutuhan dari konsumen kami bagaimana mengalihkan transaksinya dari kantor cabang ke digital, sehingga bisa mereka lakukan dari rumahnya,” ucapnya.
Pada tahun ini emiten berkode saham BMRI tersebut mengalokasikan belanja modal untuk pengembangan teknologi informasi sekitar Rp 1,5 triliun sampai Rp 2 triliun dan sebagian besar akan dialokasikan ke dalam pengembangan produk digital.
Sumber Republika, edit koranbumn