Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril mengatakan bahwa perseroan siap untuk mendukung kebutuhan listrik proyek pabrik baterai kendaraan listrik dengan energi terbarukan.
“Kami siap untuk sediakan itu karena saat ini sudah 13 persen kontribusi [pembangkit listrik] kami dari energi terbarukan dan ini akan terus berkembang,” ujar Bob dalam acara Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) Forum 2021, Rabu (25/8/2021).
Menurut catatan Bisnis, kapasitas terpasang pembangkit EBT di sistem PLN hingga saat ini telah mencapai sekitar 8 gigawatt (GW) dari total kapasitas pembangkit sebesar 63 GW.
Baca Juga : Tenaga Surya Topang Masa Depan Energi Baru Terbarukan
Di sisi lain, PLN juga telah menyediakan penjualan renewable energy certificate [REC] yang bisa digunakan secara internasional. REC merupakan suatu sertifikat energi baru terbarukan (EBT) yang dikeluarkan oleh PLN sebagai bukti bahwa konsumen menggunakan listrik yang berasal dari energi hijau dan ramah lingkungan.
“Sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan RE100 dan ini digunakan untuk ekspor ke Eropa dan lainnya,” imbuh Bob.
Dia juga menuturkan, ketersediaan listrik untuk pengembangan kendaraan listrik secara keseluruhan juga mencukupi.
Rata-rata cadangan daya atau reserve margin di seluruh sistem kelistrikan PLN saat ini mencapai 52 persen sehingga sangat cukup untuk mendukung kendaraan listrik di Indonesia, terutama di pulau-pulau besar, seperti Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.
Sementara itu, Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan bahwa mitra global perseroan dalam proyek industri baterai kendaraan listrik, yakni Konsorsium LG dan konsorsium Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL), memiliki perhatian terhadap sumber listrik yang akan digunakan untuk memproduksi baterai berasal dari energi terbarukan.
Menurutnya, sangat penting memastikan proses produksi baterai dari hulu ke hilir ramah lingkungan dan memiliki emisi karbon yang rendah untuk menyasar penjualan baterai ke pasar Eropa atau Amerika.
“Mereka memerlukan sebanyak mungkin energi listrik yang digunakan berbasis energi terbarukan. Ini karena selain untuk domestik, kalau masuk ke pasar Eropa dan Amerika, memerlukan sertifikasi green bahwa ini diproduksi dengan seluruh proses itu tidak mencemari lingkungan dan dari listriknya mereka minta energi terbarukan,” kata Toto.
Sumber Bisnis, edit koranbumn