Potensi difabel sejatinya tidak kalah dari kebanyakan orang sehingga sesungguhnya masih banyak program pelatihan yang bisa diberikan bagi mereka.
Harus diakui, karena persaingan kerja yang ketat, sangat challenging bagi penyandang difabel untuk bekerja di perusahaan-perusahaan, terlebih bila tidak memiliki basic pendidikan dan keahlian mumpuni. Supaya dapat hidup mandiri, penyandang difabel harus memiliki semangat berkarya dan kemampuan berwirausaha.
Untuk mendorong semangat itu, PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) yang termasuk bagian dari Subholding Upstream Pertamina menyelenggarakan pelatihan kesenian Batik Betawi bagi 30 orang penyandang difabel pada 24-25 Agustus 2021 di Gedung Balai Pustaka, Jakarta. Ke-30 peserta terdiri dari tunarungu dan tunadaksa.
Kegiatan yang masuk ke dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) PDSI ini sesuai dengan Sustainable Development Goal (SDGs) tujuan 1 tentang mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana pun, 8 tentang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, dan pekerjaan yang layak bagi semua, dan ke 10 tentang mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara. Selain itu, kegiatan ini juga sejalan dengan komitmen Pertamina dalam menjawab tantangan ESG untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Communication and Relations Manager PDSI Dhaneswari Retnowardhani menjelaskan, potensi difabel sejatinya tidak kalah dari kebanyakan orang sehingga jika kita bisa sesuaikan saja jenis kegiatan dengan kemampuan dan ketidakmampuannya, sesungguhnya masih banyak program pelatihan yang bisa diberikan.
Pelatihan membatik bagi penyandang difabel, ditambahkan Dhanes, merupakan program CSR PDSI yang sudah dijadwalkan sejak awal 2021. PDSI berkeinginan program ini tersistematis dan berkelanjutan sehingga peserta pelatihan memiliki semangat dan kualitas karya batik yang baik dan hasilnya bisa dipasarkan ke publik.
Jika peserta pelatihan batik menghasilkan karya dengan kualitas yang sangat baik, PDSI bahkan dapat turut membantu memasarkan melalui network perusahaan.
Dalam dua hari kegiatan, ke-30 peserta mendapatkan pelatihan menyeluruh tentang membatik, mulai dari menggambar pola, menuangkan cairan malam (lilin) menggunakan canting pada pola, menyelupkan kain pada perwarna kain, hingga proses pengeringan.
Setelah kegiatan pelatihan usai, seluruh peserta masih akan dibekali dengan kain dan tinta untuk modal karya.
Dijelaskan Dhanes, harapannya program pelatihan membatik ini dapat membuka potensi dan membangun semangat berkarya bagi penyandang difabel yang menjadi peserta pelatihan, sehingga ke depannya tercipta kemandirian. “Karena setiap orang harus mandiri dan berkesempatan memiliki kehidupan yang sejahtera,” tandasnya