Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera membentuk Holding Pariwisata dan Pendukung. Sebagai suatu ekosistem, holding tersebut juga akan melibatkan BUMN di sektor perhotelan hingga penerbangan (aviasi).
Direktur Project Management Office (PMO) Holding BUMN Pariwisata dan Pendukung, Edwin Hidayat memastikan, pembentukan holding ini tidak akan memonopoli industri pariwisata. Kata dia, kompetisi bisnis yang sehat dengan pihak swasta tetap bisa terjaga, bahkan terbuka untuk melakukan kolaborasi.
Dengan pasar yang sangat besar, menurutnya, tidak mungkin bagi BUMN untuk melakukan monopoli dalam ekosistem pariwisata di Indonesia. Bahkan mulai dari sektor aviasi hingga perhotelan, market share perusahaan swasta lebih mendominasi.
Praktis hanya dari sektor pengelolaan bandar udara (bandara) saja BUMN memegang kendali. Pasalnya, Angkasa Pura (AP) I dan AP II mengelola 96% penerbangan internasional dan 90% penerbangan domestik di Indonesia.
“Nggak mungkin itu, karena BUMN hanya menguasai bandara. Jadi nggak benar (holding BUMN pariwisata akan memonopoli) kami bangun sistemnya dengan tiga prinsip, yakni holistic, inklusif dan kolaboratif,” kata Edwin dalam wawancara bersama KONTAN, Senin (30/8).
Saat ini, holding pariwisata & pendukung sedang dalam tahap persiapan. Antara lain persiapan organisasi, tata kelola dan talenta (SDM). Selain itu, dari aspek keuangan dan legal juga sedang dilakukan valuasi dari BUMN anggota.
Sedangkan sisi regulasi, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pembentukan holding sedang dalam tahap finalisasi dan menunggu paraf dari masing-masing menteri teknis terkait. “Paralel juga kami sedang menyiapkan rebranding holding serta persiapan sosialisasi ke stakeholders,” ujar Edwin yang juga merupakan Wakil Direktur Utama dari AP II.
Adapun, Holding Pariwisata dan Pendukung ini akan dipimpin oleh PT Survey Udara Nasional (Persero) atau Penas, yang sudah berubah nama menjadi PT Aviasi Pariwisata Indonesia. Perubahan ini diresmikan dengan terbitnya PP Nomor 72 tahun 2021 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Survei Udara menjadi Perusahaan Perseroan, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 1 Juli 2021.
Dalam PP tersebut, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) akan melaksanakan kegiatan usaha sebagai perusahaan holding di bidang pariwisata dan pendukung yaitu melaksanakan kegiatan investasi dan konsultasi manajemen pada sektor transportasi, pariwisata, retail, dan sektor lain yang terkait dengan kegiatan usaha, serta melakukan optimalisasi pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Edwin menjelaskan, holding ini akan terbentuk melalui tiga tahapan. Pertama pada Q3-2021 ini akan bergabung AP I, AP II, Hotel Indonesia Natour, dan Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko. Sementara itu, Pengembangan Pariwisata Indonesia atau ITDC akan bergabung pada tahap kedua yang ditargetkan rampung pada Q4-2021.
Selanjutnya, pada tahap ketiga, akan bergabung Garuda Indonesia setelah proses restrukturisasinya selesai. “Garuda Indonesia dan anak usahanya akan bergabung dengan Holding pada tahap ketiga dengan target di tahun 2023 setelah proses restrukturisasi utang-utangnya selesai. Tetapi kolaborasi dengan konsep kerjasama operasional antara Holding Pariwisata dan Pendukung dengan Garuda Indonesia tetap akan dilakukan,” terang Edwin.
Dia menambahkan, ada lima tujuan strategi dari Holding Pariwisata dan Pendukung ini. Pertama, mempercepat pengembangan ekonomi dan SDM yang inklusif. Kedua, pengembangan konektivitas nasional dan global. Ketiga, ekspansi bisnis dan pasar. Keempat, keunggulan pelayanan dan operasional. Kelima, optimalisasi manajemen dan portofolio.
“Holding akan berperan sebagai orkestrasi strategis terhadap BUMN anggotanya yang saling melengkapi dalam ekosistem pariwisata yang akan memiliki peran penting dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi nasional. Dengan pendekatan inklusif, holistik dan kolaboratif termasuk dengan swasta dan UMKM.” pungkas Edwin.
Sumber Kontan, edit koranbumn