Terdapat puluhan ribu lahan tambang milik perusahaan pelat merah tercatat mengalami tumpang tindih. Lahan tersebut terjadi di wilayah izin usaha pertambangan PT Antam Tbk. (ANTM), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), dan PT Timah Tbk. (TINS).
Direktur Utama Antam Dana Amin mengatakan pihaknya memiliki satu izin usaha pertambangan dengan luas 16.000 hektare (ha) di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Lahan tersebut mengalami tumpang tindih dengan sekitar 11–12 izin usaha pertambangan (IUP).
Namun, sejak 2010 Antam telah melakukan proses hukum sampai dengan 24 Oktober 2019, Mahkamah Agung memutuskan bahwa Antam merupakan pemilik sah atas lahan seluas 16.000 tersebut.
“Saat ini yang terjadi di lapangan telah terjadi bukaan di mana area yang alami sengketa dan di tambang menurut Antam ilegal itu seluas 500 ha,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (27/9/2021).
Sementara itu, Direktur Utama Bukit Asam mengatakan pihaknya mengalami overlapping izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan pengusahaan. Menurutnya lahan tersebut merupakan IUP eksplorasi yang diperoleh emiten berkode saham PTBA itu sejak 1979 dan keluar sebagai IUP operasi produksi pada 2009.
Di sisi lain, overlapping terjadi dengan PT Musi Hutan Persada yang telah memiliki hak izin pengusahaan hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No38/Ktps-II/1996. Untuk menyelesaikan hal tersebut, PTBA tengah bernegosiasi dengan Musi Hutan Persada untuk penggantian investasi yang telah dikeluar.
“Namun, ini agak seret soal pandangan perhitungan. Kami minta ke KLHK untuk menengahi dan melakukan kalkulasi nilai ganti investasi itu. Lahan itu rencananya untuk penambangan PLTU Sumsel 8, juga untuk support proyek hilirisasi misalnya program DME,” jelasnya.
Direktur Utama Timah Muhammad Riza Pahlevi mengatakan pihaknya juga mengalami permasalahan tumpang tindih WIUP. Dari total 288.716 ha WIUP darat yang dimiliki PT Timah, seluas 83.102 ha mengalami tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi dan 18.928 ha mengalami tumpang tindih dengan perkebunan sawit.
Lebih lanjut, untuk WIUP laut seluas 184.672 ha, terdapat 40.499 ha yang mengalami tumpang tindih dengan rencana zonasi wilayah pesisi dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), dan 2.643 ha tumpang tindih dengan kabel bawah laut, dan 180 ha tumpang tindih dengan alur pelayaran.
Darat ada tumpang tindih hutan produksi 8 ribu hketar. Dua lokasi ini bisa ditambang tapi saat ini izin IPPKH untuk daerah kabupaten bangka barat, selatan. Untuk sawit, kami sudah komunikasi dengan pemiilik kebun. Kemungkinan awal tahun depan kami sudah mulai nambang disana.
“Saat ini kami sedang ajukan IPPKH yg hutan produksi, dan utk kebun sawit kita udah koordinasi dan resposn positif. Mudaha2an akhir tahun ini kami sudah mulai tambang di sana. Untuk area penambangan laut, ada tumpang tindih seluas 40.000 ha dengan zonasi di Belitung Timur, tapi kami masih diizinkan sampai akhir masa IUP,” jelasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn