Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah sebesar Rp 6.625,43 triliun pada Agustus 2021. Adapun realisasi ini naik dibandingkan pada Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun
Dikutip dari laman APBN KiTA September 2021, Rabu (29/9), dari total utang sebesar Rp 6.625,43 triliun mencakup porsi utang pemerintah terbesar disumbang dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.792,39 triliun. Adapun SBN ini terdiri dari surat utang domestik yakni surat utang negara (SUN) sebesar Rp 3.693,18 triliun disusul surat berharga syariah negara (sukuk) sebesar Rp 824,53 triliun.
Pemerintah juga menerbitkan SBN dalam bentuk valas terdiri dari SUN valuta asing (valas) sebesar Rp 989,27 triliun dan SBSN valas sebesar Rp 285,40 triliun.
Selain penerbitan surat utang, pemerintah juga menarik pinjaman sebesar Rp 833,04 triliun. Adapun rinciannya yakni pinjaman luar negeri sebesar Rp 820,4 triliun dan sisanya pinjaman dalam dalam negeri Rp 12,64 triliun.
Pinjaman luar negeri yang ditarik pemerintah berasal dari pinjaman bilateral sebesar Rp 308,96 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 468,67 triliun, dan sisanya dari pinjaman commercial banks sebesar Rp 42,78 triliun.
Kenaikan utang juga sejalan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada Agustus 2021 rasio mengalami kenaikan menjadi 40,85 persen dibandingkan Juli 2021 sebesar 40,51 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang bukanlah sesuatu yang harus dimusuhi, melainkan harus didudukkan sebagai sebuah instrumen kebijakan yang tetap dikelola pemerintah secara hati-hati dan bertanggung jawab.
“Utang adalah instrumen bukan merupakan tujuan dan bukan sesuatu yang mungkin dimusuhi,” ujarnya saat Pelantikan Pejabat di Lingkungan Kementerian Keuangan Selasa (28/9) malam.
Maka dari itu, dia meminta jajarannya bisa mengedukasi masyarakat mengenai peran utang sebagai instrumen dalam memajukan Indonesia. Hal ini mengingat lingkungan politik dan persepsi yang cenderung memandang negatif instrumen pinjaman.
“Komunikasi kepada publik mengenai cara Indonesia yang mampu mengelola pinjaman dan menggunakan instrumen pinjaman dengan baik, harus dilakukan lebih sering. Ini bagian dari pendidikan dan komunikasi publik mengenai apa manfaat dari pinjaman tersebut,” ucapnya.
Selain itu, dia juga meminta jajarannya bisa menjelaskan efektivitas dari pinjaman tersebut kepada publik, karena menjadi salah satu bagian dari akuntabilitas keuangan negara kepada masyarakat.
“Tunjukkan dengan bukti, pemerintah mengelola seluruh utang dan pinjaman secara bertanggung jawab, berhati-hati, dan berhasil guna,” ungkapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn