PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akhirnya menyelesaikan proses divestasi 51,23% saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Kepastian itu didapatkan setelah holding industri pertambangan BUMN itu membayar biaya divestasi sebesar US$ 3,85 miliar, dan pada hari yang sama, Jumat (21/12), PTFI mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) definitif dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, diskusi antara pemerintah dengan PTFI telah selesai, sehingga PTFI mendapatkan IUPK definitif menggantikan IUPK sementara yang sebelumnya diperpanjang setiap bulan.
Untuk tenggat masa operasi, Bambang bilang PTFI mendapatkan skema perizinan dua kali 10 tahun yang dimulai sejak berakhirnya kontrak pada 2021.
Artinya, kata Bambang, PTFI akan mendapatkan perizinan sampai 2031, yang akan di-review untuk bisa mendapatkan perizinan 10 tahun berikutnya. Untuk sisa waktu kontrak hingga 2021, itu tetap mengikuti IUPK yang telah ditandatangani dan berlaku mulai hari ini.
“Hari ini kita selesaikan proses panjang perubahan KK (Kontrak Karya) Freeport menjadi IUPK. Hari ini sudah ditandatangani menteri ESDM. Tentunya Inalum nanti secara korporasi melanjutkan,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono saat memberikan IUPK definitif kepada PTFI di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/12).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menuturkan, Inalum telah membayar biaya divestasi sebesar US$ 3,85 miliar kepada Freeport-McMoran Inc. (FCX) dan Rio Tinto pada hari yang sama, sebelum pemberian IUPK definitif PTFI. Inalum membayar biaya tersebut dengan menggunakan dana hasil penerbitan global bond sebesar US$ 4 miliar.
“Sudah kita bayar. (Global) bond-nya kan masuk tanggal 15 November. Bayar ke FCX dan Rio Tinto-nya sudah tadi siang,” kata Budi.
Dengan ini, Inalum telah memiliki mayoritas saham di PTFI dengan porsi sebesar 51,23%. Dari kepemilikan saham mayoritas itu, susunan komisaris dan direksi PTFI mengalami perombakan, dimana empat dari enam Direksi PTFI diisi oleh orang Indonesia, begitu juga dalam susunan dewan komisaris.
Namun, untuk operator pertambangan dan keuangan, Budi mengatakan bahwa kendalinya masih di tangan PTFI. Budi tidak menjelaskan bagaimana porsi pembagian dan jangka waktu pengeolaan oleh PTFI itu.
Hanya saja, Budi menegaskan pengelolaan itu tetap mengedepankan prinsip kebersamaan, dan untuk keputusan strategis yang akan diambil PTFI harus diambil berdasarkan sepengetahuan dan kesepakatan dengan Inalum.
“Yang menjalankan PTFI. Keuangan yang jalanin juga PTFI. Jadi kita jalan bareng-bareng, karena saya sudah banyak lihat perusahaan yang gagal kalau sibuk ngurusin siapa dapat apa,” ungkap Budi.
Apalagi, Budi menyebut ke depan PTFI akan mengembangkan tambang bawah (underground mining) tanah, dan menjadi pertambangan yang paling kompleks di dunia. Sehingga, lanjut Budi, Indonesia bisa sambil belajar dalam pengelolaan tambang bawah tanah tersebut.
Adapun, menurut Tony Wenas yang saat ini tetap menjabat sebagai Direktur Utama PTFI, mulai tahun depan, tambang terbuka (open pit) PTFI sudah habis, dan setelah itu akan fokus pada pertambangan bawah tanah. Untuk mengembangkan pertambangan dengan skema tersebut, Tony menyebut bhawa PTFI akan menggelontorkan dana sebesar US$ 14 miliar hingga tahun 2041.
Yang terpenting, kata CEO FCX sekaligus Presiden Komisaris PTFI Richard Adkerson, dengan selesainya proses divestasi ini dan keluarnya IUPK, maka PTFI mendapatkan kepastian untuk operasi dan ekspor, serta stabilitas investasi. Untuk itu, pihaknya berkomitmen menyelesaikan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) selama lima tahun ke depan, serta memebrikan manfaat yang lebih besar terhadap penerimaan negara.
Sedangkan untuk pemberian 10% saham untuk pemerintah lokal Papua, berdasarkan pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, skema yang digunakan masih tetap sama, hanya saja, untuk saat ini entitas joint venture antara Inalum dan Pemda Papua berganti dari yang semula memakai nama PT Indocopper Investama (PTII) menjadi PT Indoensia Papua Metal and Mineral (IPMM).
“Dengan Pemda kita sudah diskusi. Di IPMM itu kita taruh Pak Orias (Orias Petrus Moedak, Direktur Keuangan Inalum dan juga Wakil Direktur PTFI), Direkturnya Ricky Gunawan dari Inalum, sambil kita tunggu yang wakil dari Papua,” tandas Budi.
Sumber kontan.co.id