Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut PT Garuda Indonesia (Persero) sudah bangkrut secara teknis. Hal ini tak lepas dari memburuknya kondisi Garuda yang selalu menderita kerugian sejak 2017.
Pria yang akrab disapa Tiko itu menyebut ekuitas Garuda negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau Rp 40 triliun per September 2021, dengan tambahan ekuitas negatif mencapai 100 juta dolar AS sampai 150 juta dolar AS atau Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun setiap bulan.
“Sebenarnya kalau dalam kondisi seperti ini, kalau di istilah perbankan, bangkrut secara teknis tapi secara legal belum,” ujar Tiko saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/11).
Tiko menilai status tersebut tak lepas dari tidak terbayarkannya kewajiban jangka panjang, termasuk global sukuk. Tiko mengatakan Garuda pun memecahkan rekor untuk neraca negatif yang sebelumnya terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kata Tiko, utang Garuda kini mencapai 9,7 miliar dolar AS dengan aset sebesar 6,9 miliar dolar AS dan ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS. “Neraca Garuda mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS, ini rekor, dulu rekor dipegang Jiwasraya, sekarang dipegang Garuda,” ucap Tiko.
Tiko menyebut persoalan ini semakin diperparah dengan pemberlakuan PSAK 73 pada 2020 dan 2021 yang membuat dampak penurunan ekuitas semakin dalam lantaran pengakuan utang masa depan lessor.
Pemerintah, lanjut Tiko, terus berupaya membawa Garuda keluar dari situasi sulit dengan melakukan lima transformasi bisnis, mulai dari mengoptimalkan rute yang menguntungkan dan meniadakan rute internasional seperti Amsterdam, London, serta Korea Selatan; menurunkan jumlah pesawat Garuda dan Citilink dari 202 pesawat pada 2019 menjadi 134 pesawat pada 2022, dan 188 pesawat pada 2026, serta hanya menggunakan tujuh tipe dari 13 jenis pesawat sebelumnya; dan melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat yang akan digunakan ke depan dengan tujuan menyesuaikan biaya sewa pesawat dengan market rates saat ini
Tiko menambahkan strategi lain dengan meningkatkan kontribusi pendapatan kargo dan meningkatkan kontribusi pendapatan produk tambahan.
“(Pengurangan pesawat) Garuda paling drastis, dari 142 pesawat saat ini tinggal 50-60 pesawat yang beroperasi. Kami dapat komplain pesawat Garuda makin langka karena banyak yang sudah digrounded,” ungkapnya.
Tak hanya jumlah pesawat, lanjut Tiko, Garuda juga akan mengurangi rute penerbangan dari 237 rute penerbangan pada 2019 menjadi 140 rute penerbangan pada 2022.
Tiko optimistis operasional Garuda tetap membaik. Tiko menargetkan negosiasi yang sedang berjalan dapat menekan total biaya operasional hingga 80 juta dolar AS pada April 2022. Dengan begitu, Tiko berharap Garuda bisa mendapatkan titik impas pada Mei mendatang dengan kinerja yang kembali positif.
“Ini penting sekali untuk kita mencapai kesepakatan dengan kreditur agar bisa mendapatkan pengurangan utang dan bunga. Pendapatan ini kita asusmiskan tidak ada lagi pengetatan aktivitas sehingga pemulihan pendapatan mencapai 120 juta dolar di akhir 2022 dan 200 juta dolar AS per bulan pada akhir 2023,” sambung Tiko.
Dengan demikian, ucap Tiko, Garuda dapat kembali menjadi maskapai yang sehat pada 2023. Oleh karenanya, Tiko meminta manajemen Garuda tetap berfokus pada operasional dan negosiasi.
Sumber Republika, edit koranbumn














