Ekspansi lahan tambang batubara tampaknya masih akan tetap sepi di tahun depan. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan sepinya minat perusahaan batubara untuk melakukan ekspansi baik melalui akuisisi maupun lelang.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, perusahaan batubara tampaknya akan lebih berhati-hati pada tahun 2019 nanti mengingat kondisi pasar yang masih belum kondusif untuk melakukan ekspansi. Hal itu antara lain bisa dilihat dari tren harga batubara yang masih tak menentu, kebutuhan domestik yang belum meningkat pesat, serta tingkat permintaan yang masih ketergantungan pada impor China.
“Tidak akan sebaik tahun sebelumnya, apalagi growth demand akhir-akhir ini lebih didorong impor dari China yang juga sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan selain menguatnya tekanan lingkungan,” kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, pada Rabu (26/12).
Namun, tren tersebut nyatanya tidak menyurutkan niatan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk melakukan ekspansi wilayah tambangnya. Pasalnya, menurut Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin, PTBA berencana untuk menambah lahan tambang, baik melalui akuisis maupun lelang.
Namun, Arviyan masih enggan menyebutkan detailnya. Sebab, ia mengaku bahwa PTBA masih melakukan kajian. Yang jelas, Arviyan mengatakan bahwa dalam melakukan akuisisi, PTBA akan mempertimbangkan kualitas batubara, akses, dan juga kecocokan harga.
“Insha Allah ada (penambahan lahan), masih kajian. Banyak yang nawarin, belum ada yang cocok, karena mendapatkan yang layak itu tidak mudah rupanya,” ungkap Arviyan.
Asal tahu saja, mayoritas produksi batubara PTBA berasal dari tambang Air Laya, Muara Tiga Besar dan Banko Barat yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Cadangan tertambang batubara PTBA sendiri sebenarnya masih cukup besar, yakni sekitar 3,3 miliar ton.
Untuk menambah lahan tambangnya, PTBA juga tertarik untuk mengikuti lelang. Apalagi, jika perusahaan batubara plat merah ini mendapatkan prioritas untuk mendapatkan lahan tambang yang dilelang.
Dalam hal ini, eks lahan tambang PT Asmin Kualindo Tuhup (AKT) menjadi salah satu contohnya. Sebab, seperti yang diketahui, wilayah tambang AKT kini tak memiliki pengelola setelah kontraknya diputus karena menyalahi aturan.
Sehingga, tambang milik AKT di Tambang Tuhup, Kalimantan tengah seluas 21.630 hektare akan berubah dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) menjadi WIUP mulai tahun depan.
Seperti yang pernah diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan bahwa izin tambang AKT menjadi WIUP akan dilelang dan saat ini masih dalam tahap evaluasi data dan administrasi. “Kemungkinan lelang tahun depan,” katanya.
Arviyan bilang, apabila mendapatkan prioritas, PTBA akan mengambil eks tambang AKT, namun demikian, pihaknya masih akan tetap melakukan kajian. “Kalau menurut kajian kita (eks tambang AKT) itu masih layak, pasti kita minat apalagi menurut Undang-Undang priotitas kalau di lelang pasti buat BUMN,” kata Arviyan.
Adapun, menurut Hendra Sinadia, jika nantinya eks tambang AKT ini dilelang terbuka, maka menarik ata tidaknya lelang ini akan ditentkan oleh tingkat keterbukaan data dan nilai dari Kompensasi Data dan Informasi (KDI). Menurut Hendra, minat perusahaan untuk mengikuti lelang selama ini terkendala oleh penetapan KDI yang dinilai terlalu tinggi.
“Keterbukaan data, tingginya KDI dan kondisi pasar menjadi akan mempengaruhi menarik atau tidaknya. Minat untuk lelang agak terkendala karena penetapan KDI masih dianggap terlalu mahal, karena itu bisa menurunkan minat investor,” tandas Hendra.
Sumber Kontan.