Indonesia termasuk sebagai negara dengan risiko bencana alam yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama tahun 2021 telah terjadi 3.058 bencana alam di Indonesia.
Secara geografis Indonesia terletak di “ring of fire Pasifik” yang merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia.
Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, hingga tsunami.
Selain itu, Indonesia juga dilanda perubahan iklim dan cuaca yang cukup ekstrem, di mana menyebabkan bencana banjir di beberapa wilayah tertentu.
Menurut Diwe Novara selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Asuransi Jasa Indonesia atau Asuransi Jasindo, kemungkinan terjadinya kerugian akibat bencana tidak dapat dikesampingkan. Karena kondisi tersebut, manajemen risiko kebencanaan dan kesiapan terhadap terjadinya bencana alam menjadi sangat penting.
“Salah satu cara manajemen risiko kebencanaan adalah melakukan risk transfer melalui skema asuransi. Industri asuransi dapat menyerap sebagian risiko finansial (financial risk) yang mungkin timbul akibat terjadinya bencana, yang tentunya sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas keuangan baik personal maupun industrial,” tutur Diwe dalam keterangannya, Senin (7/2).
Diwe mengaku, Asuransi Jasindo yang tergabung di holding Indonesia Finance Group (IFG) siap membantu pemerintah untuk memitigasi risiko kebencanaan melalui skema asuransi, sehingga industri asuransi dapat mendukung kesiapan Indonesia dalam menghadapi risiko kebencanaan dengan menjadi mitra pemerintah dan menjadi lini terdepan yang berkontribusi dalam pemulihan pasca bencana.
Asuransi Jasindo sendiri sudah sejak lama memiliki produk asuransi gempa bumi. Secara umum, produk asuransi gempa bumi dibeli oleh tertanggung bersamaan dengan produk asuransi kebakaran, sehingga tertanggung memiliki proteksi komprehensif atas aset property-nya dan merupakan jaminan perluasan yang memiliki jaminan bukan hanya untuk gempa bumi saja, melainkan juga jaminan untuk risiko letusan gunung berapi dan tsunami.
“Kinerja produk asuransi gempa bumi secara umum tergolong sangat baik dengan rata-rata loss ratio selama 5 tahun sebesar 3,75 persen. Loss ratio tertinggi pada tahun 2019, di mana terjadi gempa bumi yang mengguncang Lombok dan Ambon,” lanjut Diwe.
Pada 2021 Asuransi Jasindo mencatat premi asuransi bencana sebesar Rp186,811,858,980.84 dengan klaim Rp 678,906,314.78 sehingga loss ratio menjadi sebesar 0,36 persen.
Selain gempa bumi, Asuransi Jasindo juga meng-cover akibat bencana banjir. Saat ini, kerugian yang terjadi akibat banjir atau badai hanya dapat di-cover oleh produk asuransi tertentu dengan mengambil perluasan untuk risiko banjir (extended cover).
Perluasan jaminan risiko banjir akan menjamin kerugian yang terjadi akibat banjir, angin topan dan atau badai, dan sama halnya dengan perluasan gempa bumi yang menjamin tidak hanya risiko gempa bumi, melainkan juga risiko letusan gunung berapi dan tsunami.
Sebagai contoh, untuk asuransi kebakaran atau asuransi kendaraan bermotor, tertanggung hanya akan mendapatkan proteksi atas risiko banjir untuk harta benda yang dipertanggungkan jika mengambil perluasan (extended cover) risiko banjir.
“Mengingat tinggi dan tersebarnya kejadian bencana banjir di Indonesia, maka diperlukan kajian yang lebih mendalam perihal risiko atas bencana ini sehingga industri asuransi dapat memberikan solusi yang lebih relevan atas risiko ini,” tutupnya.