PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatatkan sebesar Rp 6,8 triliun dari kredit terdampak Covid-19 yang sudah direstrukturisasi benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan sehingga statusnya diturunkan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Sejak awal pandemi Covid-19, BRI telah melakukan restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 246 triliun dari 2,9 juta lebih debitur. Hingga Februari 2022, jumlah outstanding restrukturisasi tersebut sudah turun menjadi Rp 149,1 triliun.
Sunarso Direktur Utama BRI mengatakan, penurunan outstanding tersebut karena sebanyak Rp 69,37 triliun kredit sudah bisa membayar sesuai dengan ketentuan restrukturisasi. Lalu sebanyak Rp 21,4 triliun sudah benar-benar sehat tanpa harus berobat jalan.
“Adapun yang benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan mencapai Rp 6,8 triliun,” ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Rabu (30/3).
Seluruh kredit yang direstrukturisasi tersebut dimasukkan dalam status Loan at Risk (LAR) dan dikelola dengan baik. Sunarso bilang, pihaknya telah melakukan pencadangan sangat besar untuk mengantisipasi manakala kredit restrukturisasi tersebut benar-benar tidak bisa diselamatkan.
Pencadangan yang dialokasikan BRI tidak hanya terhadap NLP saja tetapi juga terhadap LAR. Coverage ratio yang dibentuk BRI terhadap NPL secara bank only mencapai 278% dan secara konsolidasi lebih dari 280%.
Sementara pencadangan terhadap LAR yang sudah dibentuk mencapai 35%.
“LAR kami terbukti memang ada yang tidak bisa diselamatkan. Itu makanya pencadangan terus kami pupuk. Dengan pencadangan yang dilakukan, maka kami sudah ada ketika LAR tersebut berubah menjadi NPL,” pungkas Sunarso.
Sumber Kontan, edit koranbumn