Kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (IDX: BBNI) sepanjang 2018 menunjukkan pertumbuhan 16,2% year on year (yoy), yaitu dari Rp 441,31 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 512,78 triliun pada akhir 2018. Pertumbuhan kredit tersebut mampu menopang peningkatan Laba Bersih BNI 10,3% yoy, dari Rp 13,62 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 15,02 triliun pada akhir 2018.
Penyaluran Kredit BNI tersebut didorong oleh kredit pada segmen Korporasi Swasta yang tercatat sebesar 29,6% dari total kredit yang disalurkan. Kredit pada segmen korporasi swasta ini mencapai Rp 151,71 triliun pada 2018 atau tumbuh 12,9% yoy. Kredit BNI juga tersalurkan ke Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 21,6% dari total kredit. Nilai kredit ke BUMN mencapai Rp 110,99 triliun pada 2018, atau tumbuh 31,6% yoy.
Khusus untuk kredit yang disalurkan pada segmen Usaha Menengah, BNI menjaga pertumbuhan yang moderat sebesar 6,4% yoy menjadi Rp 74,73 triliun pada akhir 2018. Adapun untuk kredit pada segmen Usaha Kecil, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,0% yoy menjadi Rp 66,06 triliun pada akhir tahun 2018.
Kredit Payroll menjadi kontributor utama penyaluran kredit pada segmen Konsumer dengan pertumbuhan sebesar 34,2% yoy, menjadi Rp 23,74 triliun pada akhir 2018. Kredit pemilikan rumah BNI dan Kartu Kredit pun menunjukkan pertumbuhan yang memuaskan, masing-masing 9,9% yoy dan 7,9% yoy, atau menjadi sebesar Rp 40,75 triliun dan Rp 12,56 triliun pada akhir 2018.
Penyaluran kredit tersebut sebagian besar dilakukan dalam skema Kredit Modal Kerja (KMK) yang mencapai 52,5% dari total kredit yang disalurkan atau senilai Rp 269,26 triliun pada akhir 2018. Nilai KMK tersebut tumbuh 19,0% yoy dibandingkan posisi akhir tahun 2017 yang mencapai Rp 226,19 triliun. Penyaluran kredit pun disalurkan dalam bentuk Kredit Investasi (KI) sebesar 29,1% dari total kredit atau senilai Rp 149,27 triliun pada akhir 2018. Nilai KI tersebut tumbuh 14,6% yoy dari posisi 2017 yang mencapai Rp 130,29 triliun.
Sepanjang 2018, Kredit BNI disalurkan secara selektif dan fokus pada pembiayaan sektor-sektor unggulan yang memiliki risiko terkendali atau relatif rendah, antara lain Sektor Manufaktur dengan porsi 19,1% dari total kredit yang disalurkan. Nilai kredit ke Sektor Manufaktur tersebut mencapai Rp 98,03 triliun atau tumbuh 32,0% yoy dibandingkan 2017 yang mencapai Rp 82,74 triliun.
Kredit BNI lainnya disalurkan pada sektor Perdagangan, Restauran, dan Hotel (17,5% dari total kredit); Jasa Usaha (10,3%); Konstruksi (6,7%); Transporasi,Pergudangan, dan Komunikasi (6,1%); Pertambangan (3,6%); serta Jasa Sosial (3,1%).
Kredit pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prioritas BNI dalam meningkatkan pinjaman pada Segmen Korporasi. Penyaluran Kredit ke proyek-proyek infrastruktur ini terutama tertuju ke proyek-proyek konstruksi dan jalan tol. Pertumbuhan kredit untuk proyek infrastruktur mencapai 11,1% yoy, yaitu dari Rp 99,51 triliun pada 2017 menjadi Rp 110,60 triliun pada 2018.
BNI juga fokus pada Supply Chain Financing dalam melakukan ekspansi pada Segmen Menengah, yaitu menyalurkan kredit pada debitur menengah yang memiliki keterkaitan bisnis dengan nasabah korporat BNI. Kredit segmen menengah ini rata-rata tersalur ke sektor perdagangan, restauran, perhotelan, perindustrian, transportasi, pergudangan, dan komunikasi.
Khusus untuk pinjaman pada segmen Usaha Kecil, BNI mencatat pertumbuhan tertinggi pada penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu 42,9% yoy dan mencapai Rp 20,3 triliun. Pertumbuhan segmen Usaha Kecil tertinggi tercatat tersalurkan ke Sektor Agrikultur,yang meningkat 54,7% yoy. Ekspansi kredit BNI pada segmen usaha kecil ini dilakukan dengan menambah jumlah outlet yang diberi kewenangan untuk menyalurkan kredit kecil dari 197 outlet pada tahun 2017 menjadi 266 outlet pada tahun 2018.
Laba Bersih
Pertumbuhan kredit BNI tersebut menciptakan Pendapatan Bunga Bersih (Net Interest Income/ NII) yang tumbuh 11,0% yoy yaitu dari Rp 31,94 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 35,45 triliun pada akhir 2018. NII tersebut menjadi sumber pertumbuhan laba bersih BNI yang utama. Pertumbuhan Laba Bersih BNI juga ditopang oleh pertumbuhan Pendapatan Non Bunga sebesar 5,2% yoy yaitu dari Rp 11,04 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 11,61 triliun pada akhir 2018. Pertumbuhan Pendapatan Non Bunga tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari Trade Finance, pengelolaan rekening,danfee bisnis kartu.
Pencapaian laba bersih BNI ini juga didukung dari membaiknya kualitas aset, ditunjukkan oleh NPL Gross yang membaik dari akhir 2017 sebesar 2,3% menjadi 1,9% di akhir 2018. Sehingga BNI mampu menekan creditcost dari 1,6% pada akhir 2017 menjadi 1,4% pada akhir 2018. Di sisi lain, coverage ratio meningkat dari 148,0% pada akhir Desember 2017 menjadi 152,9% pada Desember 2018 untuk mengantisipasi kondisi global yang challenging di tahun 2019.
BNI juga berhasil meningkatkan efisiensi di dalam operasionalnya selama 2018, tercermin dari Cost to Income Ratio (CIR) yang membaik menjadi 42,5% pada Desember 2018, dibandingkan posisi Desember 2017 yang sebesar 43,9%. Hal ini juga disebabkan oleh keberhasilan BNI dalam menjaga pertumbuhan Biaya Operasional (OPEX) tetap pada level 6,8%.
Kombinasi pertumbuhan NII, peningkatan Pendapatan Non Bunga, perbaikan kualitas Aset, dan efisiensi OPEX telah menumbuhkan laba bersih BNI sebesar 10,3% pada akhir tahun 2018. Dengan profitabilitas tersebut, BNI mencatatkan pertumbuhan Return on Equity (ROE) dari 15,6% menjadi 16,1% yoy.
Ditopang Tumbuhnya Likuiditas
Kinerja penyaluran kredit BNI tersebut tidak terlepas dari kemampuan dalam mengelola likuditas secara optimal. Meskipun berada pada kondisi pasar likuiditas yang sangat ketat, BNI mampu menjaga pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 12,1% yoy, yaitu dari Rp 516,10 triliun pada Desember 2017 menjadi Rp 578,78 triliun pada Desember 2018.
Penghimpunan DPK BNI tersebut diiringi dengan menurunnya Cost of Fund dari 3,0% pada Desember 2017 menjadi 2,8% pada Desember 2018. Hal ini tersebut tercapai karena BNI berhasil menumbuhkan rasio dana murah (CASA) dari level 63,1% pada Desember 2017 menjadi 64,8% pada Desember 2018. Perbaikan rasio dana murah ini tidak terlepas dari pertumbuhan giro sebesar 18,2% yoy dan tabungan sebesar 13,0% yoy, yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan deposito BNI yaitu 6,7% yoy.
Keberhasilan penghimpunan DPK tersebut disebabkan oleh langkah-langkah strategis yang telah dilakukan BNI sepanjang 2018, yaitu terus meningkatkan hubungan baik dengan institusi-institusi BUMN dan pemerintah, menyediakan produk dan layanan yang kompetitif, serta mengembangkan layanan digital banking. Keberhasilan dalam upaya ini dapat dibuktikan dengan adanya penambahan jumlah rekening 11,2 juta, yaitu dari 32,8 juta rekening pada Desember 2017 menjadi 44,0 juta rekening pada Desember 2018. Selain itu, terjadi pertumbuhan jumlah Branchless Banking dari 70.000 Agen46, menjadi 112.000 Agen46 disertai aktivitas promosi agen kemitraan.
Agen46 merupakan kepanjangan tangan BNI dalam memberikan layanan perbankan kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan akses ke outlet-outlet BNI. Agen46 merupakan simbol suksesnya Program Laku Pandai yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dilaksanakan oleh BNI selama ini.
Aset Lampaui Rp 800 Triliun
Pada akhir 2018, untuk pertama kalinya BNI berhasil mencatatkan Total Aset melampaui Rp 800 triliun, tepatnya Rp 808,57 triliun atau tumbuh 14,0% yoy dibandingkan akhir 2017 yang mencapai Rp 709,33 triliun. Pertumbuhan aset BNI ini jauh melampaui pertumbuhan aset di industri perbankan yang mencapai 9,1% yoy per November 2018.
Kinerja anak perusahaan BNI disepanjang 2018 juga menunjukkan tren peningkatan yang positif dan memberikan kontribusi terhadap laba bersih BNI. BNI group memiliki 5 perusahaan anak yang meliputi: BNI Syariah, BNI Life, BNI Multifinance, BNI Sekuritas dan BNI Asset Management. Kelima perusahaan ini pada 2018 mampu memberikan kontribusi 9,24% terhadap total laba BNI konsolidasian.
Sumber BNI, edit koranbumn