Perum Bulog menyatakan bakal menggelontorkan pasokan cadangan beras merespons harga beras yang mulai merangkak naik sejak bulan lalu.
“Kita akan keluarkan pasokan besar-besaran,” kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal
Ia mengatakan, saat ini volume cadangan beras pemerintah (CBP) yang berada di gudang hampir 1 juta ton. Pasokan itu sangat mencukupi untuk kebutuhan stabilisasi harga beras di pasar.
Adapun berdasarkan data Bulog, realisasi operasi pasar beras sejak 1 Januari hingga 6 September 2022 telah mencapai sekitar 500 ribu ton. “Target kita tahun ini lebih dari 1 juta ton, jadi masih sangat besar beras yang harus kita salurkan,” kata dia.
Operasi pasar beras saat ini juga dilakukan sepanjang tahun untuk mengantisipasi setiap potensi kenaikan harga beras yang dapat terjadi. Langkah itu dinilai efektif untuk mengamankan harga beras sepanjang tahun.
Awaluddin menjelaskan, pengeluaran stok beras yang digunakan Bulog tentunya menggunakan prinsip first in first out atau FIFO. Pasokan beras yang masuk pertama kali, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Namun, ia mengatakan, operasi pasar beras juga menggunakan beras baru karena adanya permintaan pasar.
“Manajemen gudang logistik itu salah satunya FIFO, tapi demi keseimbangan pasar, maka beras yang baru masuk pun kita keluarkan,” kata Awaluddin.
Hal itu sekaligus menjawab keluhan pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang meminta agar Bulog tak menggunakan beras eks impor 2018 lantaran sudah mengalami turun mutu.
Para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta meminta Bulog untuk menggencarkan operasi pasar beras lantaran mulai terjadi tren kenaikan harga. Namun, pedagang meminta agar Bulog tidak menggunakan beras impor
Sebelumnya, Ketua Koperasi Pedagang Pasar Beras Induk Cipinang (PIBC) Jakarta, Zulkifli Rasyid, menuturkan, sejak Agustus Bulog telah menggelar operasi pasar beras untuk menurunkan harga.
Hanya saja, khususnya di PIBC, operasi pasar dilakukan dengan cara menggabungkan beras dalam negeri dengan beras eks impor tahun 2018 dengan rasio beras lokal 20 ton dan impor 10 ton. Kedua beras itu dijual Bulog seharga Rp 8.300 per kg.
“Orang pelaku pasar tidak mau menebus beras impor. Kenapa? Karena dia rugi. Berasnya jelek,” kata Zulkifli.
Beras impor itu berasal dari Vietnam dan India yang didatangkan tahun 2018 lalu ketika terjadi pada akhir 2017 terjadi situasi krisis beras.
Zulkifli mengatakan, Jakarta merupakan barometer untuk seluruh Indonesia. Karena itu, pihaknya berharap agar khusus di Jakarta, Bulog dapat menggelar operasi pasar dengan produksi lokal seluruhnya.
Sumber Republika, edit koranbumn