AP II di Forum G20 Didaulat Paparkan Strategi Bagi Industri Aviasi untuk Bangkit Kembali dari Tekanan Pandemi dan Siap Hadapi Krisis Serupa di Masa Mendatang
Jakarta – PT Angkasa Pura II, pengelola 20 bandara di Indonesia termasuk Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan bandara tersibuk ASEAN, dalam G20 Forum Aviation Dialogue yang berlangsung di Bali, 19 Oktober 2022, didaulat memaparkan strategi dalam membawa industri penerbangan bangkit kembali serta siap menghadapi krisis serupa di masa mendatang.
G20 Forum Aviation Dialogue sendiri merupakan side event Presidensi Indonesia di KTT G20 yang membahas upaya pemulihan industri aviasi pascapandemi COVID-19, dengan turut mengundang para pelaku industri antara lain Presiden ICAO Mr. Salvatore Sciacchitano serta dihadiri juga oleh IATA, Airbus, The Boeing Company, Airport Council International (ACI), Aergo Capital dan berbagai perusahaan internasional, serta menteri transportasi dari berbagai negara ASEAN dan anggota G20.
President Director AP II Muhammad Awaluddin diberi kesempatan menjadi panelis pada Session 4 – Recovery Impacts from the Aviation Industries to Build Back Better for future resilience.
Turut menjadi panelis dalam sesi tersebut Director General Airport Council International (ACI) Asia Pacific Stefano Baronci, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Vinsensius Jemadu, Parliamentary Under Secretary of State – Minister of Aviation and Local Transport at Department for Transport UK Charlotte Vere, Assistant Minister for Infrastructure and Transport Australia Carl Brown, dan perwakilan dari United Nations World Tourism Organization.
Sesi tersebut juga dihadiri oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Kerajaan Arab Saudi Saleh bin Nasser Al-Jasser.
Sebagai panelis, President Director AP II Muhammad Awaluddin menyampaikan sektor penerbangan tengah menjalani periode pemulihan di tengah pandemi, namun industri harus selalu mewaspadai tantangan lain.
“Industri aviasi saat ini menghadapi beragam tantangan seperti kondisi geopolitik, meningkatnya harga bahan bakar, isu rantai pasok dan ketenagakerjaan seperti yang terjadi di Eropa.”
“Di sisi lain, kita juga dihadapi tantangan untuk mengakomodir peningkatan permintaan penerbangan sejalan dengan negara-negara menghapus restriksi perjalanan,” jelas Muhammad Awaluddin.
Muhammad Awaluddin menuturkan bandara perlu meningkatkan kapabilitas dengan fokus pada tiga aspek, yakni: Agile Infrastructure; Smart Technology; dan Business Model.
Infrastuktur bandara yang dapat menghadapi setiap situasi apapun (Agile Infrastructure) sangat penting guna mendukung penyesuaian operasional secara cepat.
“Bandara harus mudah menjalankan skenario operasional yang berbeda-beda, baik ketika lalu lintas penerbangan tinggi atau saat sedang rendah,” ujar Muhammad Awaluddin.
Bandara juga mutlak harus menerapkan teknologi pintar (Smart Technology) dalam aspek operasional dan pelayanan untuk mewujudkan seamless journey experience, dan dapat meningkatkan interaksi dengan traveler.
Muhammad Awaluddin menuturkan operator bandara pun harus menjalankan model bisnis (Business Model) yang baru, antara lain dengan menjalin kemitraan strategis, serta masuk ke bisnis baru semisal real estate dan sebagainya.
Mengubah business as usual
Di dalam forum, Muhammad Awaluddin juga mengatakan bandara harus mengubah apa yang telah berjalan selama ini untuk membuat perencanaan yang lebih baik.
“Ada tiga hal terkait yang harus diubah, yakni dalam memperkirakan lalu lintas penerbangan (planning frequency), sumber data (nature of data) dan skenario dalam mengantisipasi suatu proyeksi (scenario forecasting),” jelas Muhammad Awaluddin.
Saat ini di dalam memperkirakan lalu lintas penerbangan (planning frequency), industri menggunakan data kapasitas maskapai yang ditetapkan satu tahun hingga 6 bulan sebelumnya. “Ke depannya, proyeksi harus dilakukan mingguan atau setiap dua minggu agar lebih tepat sehingga bandara dapat cepat melakukan penyesuaian, melakukan efisiensi dan menangkap peluang,” ujar Muhammad Awaluddin.
Terkait sumber data (nature of data) sebagai basis operasional, Muhammad Awaluddin menuturkan yang saat ini digunakan adalah data sederhana dari maskapai dan bandara. Ke depannya, sumber data sebagai basis operasional harus dilengkapi beragam variabel, termasuk indikator makro, sentimen yang mempengaruhi pelanggan, analisis pengeluaran/belanja pelanggan dan data maskapai.
Mengenai skenario dalam mengantisipasi proyeksi (scenario forecasting), ke depannya harus disiapkan beberapa alternatif skenario yang didukung big data dan artificial intelligence (AI) sehingga benar-benar membantu bandara untuk mengantisipasi keinginan pelanggan serta dapat melakukan rencana operasional yang benar-benar matang.