Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit perbankan meningkat 11 persen per September 2022. Hal ini menunjukkan fungsi intermediasi perbankan masih tangguh.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pertumbuhan kredit perbankan ditopang oleh jenis kredit modal kerja dan korporasi yang masing-masing bertumbuh sebesar 12,26 persen serta 12,97 persen.
“Intermediasi lembaga jasa keuangan secara konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian nasional. Kredit perbankan pada kuartal III 2022 tumbuh 11 persen secara tahunan,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (3/11/2022).
Dari sisi lain, penghimpunan dana masyarakat perbankan atau dana pihak ketiga tumbuh 6,77 persen. Kenaikan ini didorong oleh simpanan giro dan tabungan yang masing-masing bertumbuh sebesar 13,52 persen dan 10,05 persen.
Pertumbuhan dana pihak ketiga juga diikuti dengan likuiditas perbankan yang masih memadai. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit berada level 121,62 persen dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga sebesar 27,35 persen.
“Ketahanan permodalan industri jasa keuangan juga menunjukkan peningkatan dengan capital adequacy ratio mencapai 25,12 persen,” ucapnya.
Di tengah peningkatan kredit, Mahendra menuturkan risiko kredit perbankan masih terjaga. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah secara gross turun menjadi 2,78 persen, sementara rasio non-performing finance turun ke level 2,58 persen.
Sejalan dengan perbaikan keuangan dengan intermediasi perbankan itu, sambung dia, penyaluran pembiayaan multifinance atau leasing juga menunjukkan tren positif. “Penyaluran pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan naik 10,68 persen per September yang didukung oleh pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi,” ucapnya.
Kemudian pembiayaan modal kerja melesat 27,1 persen, sedangkan pembiayaan investasi industri multifinance meningkat 21,7 persen. Selanjutnya, rasio pembiayaan bermasalah trennya menurun menjadi 2,58 persen. “Dengan gearing ratio mencapai dua kali,” ucapnya.
Ke depan otoritas berupaya mencermati dan melakukan langkah mitigasi potensi risiko yang berdampak pada kinerja lembaga keuangan maupun stabilitas jasa keuangan. “Langkah-langkah proaktif dilakukan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan terjaga, termasuk mitigasi downside risk perkembangan ekonomi global,” ujarnya.
Sumber Republika, edit koranbumn