PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (Kode Saham: WSKT) terus fokus dalam melakukan transformasi digital guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Berbagai bentuk digitalisasi yang telah dilakukan Waskita Karya dipaparkan oleh Director of HCM & System Development, Mursyid, pada diskusi panel di ajang SATU Festival yang digelar di Jakarta, Kamis (10/11). SATU Festival yang juga dihadiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir ini merupakan sebuah kolaborasi antara Microsoft Indonesia, Kementerian BUMN, dan Pos Indonesia. SATU Festival menjadi gelaran acara yang membagikan berbagai praktik digitalisasi terbaik dalam negeri.
Mursyid menceritakan perjalanan transformasi digital Waskita Karya sudah dimulai pada tahun 2016. Transformasi itu perlu dilakukan karena Perseroan saat itu mengalami pertumbuhan besar-besaran (supergrowth). Pertumbuhan itu terjadi setelah Waskita Karya memperoleh tugas dari pemerintah untuk menuntaskan pembangunan jalan tol, khususnya tol lintas Jawa, sepanjang sekitar 1.300 kilometer dengan nilai investasi mencapai Rp180 triliun.
“Pada saat mengalami supergrowth tersebut, kami sebenarnya sudah memikirkan bagaimana menyiapkan sebuah perusahaan yang mengalami lonjakan nilai kontrak yang luar biasa ini,” ujar Mursyid. Namun kemudian ada tantangan luar biasa datang di tahun 2020 karena realisasi proyek- proyek yang sudah direncanakan tidak berjalan sesuai harapan. Kondisi ini mengharuskan jajaran manajemen Waskita Karya membuat program penyehatan keuangan yang terdiri dari delapan stream.
“Dari 8 stream itu, salah satu strategi kami adalah membuat transformasi bisnis dengan digitalisasi sebagai salah satu pilar transformasi,” ungkap Mursyid. Digitalisasi dijadikan sebagai salah satu pilar karena keyakinan Waskita Karya bahwa digitalisasi ini akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Dengan ditetapkannya digitalisasi sebagai salah satu pilar transformasi bisnis Waskita Karya, jumlah aplikasi yang dimanfaatkan perusahaan pun berkembang pesat. Dari aplikasi ERP dan dua aplikasi untuk line of business di awal tahun 2016, sampai dengan tahun kemarin, digitalisasi di Waskita Karya sudah menghasilkan total 26 aplikasi.
Selanjutnya Mursyid menjelaskan, digitalisasi pada proses bisnis Waskita Karya yang terbagi dalam empat tahap: Bidding/Marketing, Engineering, Procurement, dan Construction. “Di proses bidding kami sekarang memiliki Winning War Room, dengan memanfaatkan aplikasi yang kami kembangkan sendiri, namanya WELCOME,” jelas Mursyid. Aplikasi WELCOME memuat seluruh data tentang pasar, tender yang diikuti, dan status tender.
Menurut Mursyid, melalui Winning War Room ini, tim marketing dapat berkolaborasi dengan divisi- divisi lain yang terkait proses tender untuk menyiapkan strateginya. Sebelum ini, koordinasi proses tender, termasuk proses bidding, berlangsung secara parsial.
“Sekarang tidak lagi begitu karena kami kolaboarsikan dalam Winning War Room. Seluruh data betul-betul kami optimalkan, kami manfaatkan untuk menyusun strategi bersama untuk memenangkan tender itu,” cerita Mursyid. Dan yang menarik, dengan adanya Winning War Room ini, ada data yang dapat dievaluasi dan dipelajari ketika perusahaan tidak berhasil memenangkan tender. “Setelah adanya Winning War Room ini, pengalaman kami, winning rate Waskita Karya naik, dari maksimal 20%, sekarang hampir menyentuh angka 30%. Jadi dari sepuluh tender yang kami ikuti, kami bisa menang tiga. Sementara dulu hanya satu atau dua tender saja” ungkap Mursyid.
Di proses engineering, Waskita Karya memanfaatkan Virtual Desktop Infrastructure (VDI). Dengan VDI, perusahaan tidak perlu lagi menyediakan perangkat keras dengan spesifikasi tinggi dan harga mahal untuk aktivitas tim engineering. Misalnya, perusahaan harus menyediakan laptop berspesifikasi tinggi untuk penggunaan aplikasi Building Information Modelling (BIM) oleh tim Engineering yang bertugas di berbagai proyek Waskita Karya. Ketika perusahaan harus menggarap
100 proyek, bisa dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk pembelian laptop. “Dengan memanfaatkan VDI, kami bisa kurangi sehingga tinggal 20% (penggunaan perangkat laptop). Ini sangat mengurangi biaya,” jelas Mursyid. Menurutnya, dengan cloud-based design and rendering process, tim Engineering bisa melakukan tugasnya menggunakan laptop dengan spesifikasi yang lebih rendah.
Bahkan untuk pengerjaan proyek di luar negeri, salah satunya di Sudan Selatan, Waskita Karya akan memanfaatkan VDI. “Kalau dulu ada proyek di luar negeri, kami akan mengirimkan tim secara komplet terutama Engineering. Sekarang tidak lagi karena proses Engineering bisa dikerjakan di Jakarta dan ini penghematan luar biasa,” jelasnya bersemangat.
Untuk kebutuhan Procurement, Waskita Karya pada bulan Oktober lalu meluncurkan aplikasi e- Procurement yang dinamai We-Proc. Aplikasi pengadaan ini mewadahi pembeli dan rekanan untuk melakukan pengadaan secara digital.
Menurut Mursyid, dengan adanya aplikasi We-Proc, proses Procurement kini bisa dilakukan secara tersentralisasi. Manfaat yang diraih, menurutnya, adalah skala dan harga yang relatif jauh lebih kompetitif dan compliance yang lebih baik dari sebelumnya.
Untuk proses Construction, Waskita Karya memanfaatkan teknologi Virtual Realty sebagai media koordinasi BIM. “Dulu, tim Engineering dengan keterbatasan sumber daya harus pergi ke lokasi proyek. Nah, sekarang cukup lewat VR ini masalah dapat diatasi bersama,” imbuh Mursyid.
Untuk mendukung proses transformasi ini, Waskita Karya juga juga mengembangkan organisasi IT- nya. “Di tahun 2022 ini, di IT & Digital Division, kami menyiapkan departemen khusus Data Analytics, dalam rangka persiapan kami untuk journey selanjutnya yang mau tidak mau kami akan migrasi ke Cloud sepenuhnya, agar efisiensi bisa tercapai,” imbuh Mursyid.
Tak hanya berhenti di implementasi teknologi, Mursyid mengungkapkan bahwa Waskita Karya kini sedang berupaya untuk meraih gelar National Lighthouse. Sebagai informasi, National Lighthouse Industri 4.0 menjadi contoh dalam transformasi digital dan penerapan teknologi 4.0. Perusahaan- perusahaan ini dianggap layak menjadi role model bagi pelaku industri di sektornya serta dapat menjadi mitra dialog pemerintah dalam implementasi Industri 4.0 di Indonesia.
“Di Indonesia ada sekitar seratusan lebih BUMN. Nah, yang memperoleh predikat National Lighthouse itu baru satu yaitu Pupuk Kaltim. Oleh karena itu, kami ingin jadi yang kedua,” ujar Mursyid bersemangat. Sebagai informasi, saat ini sudah ada enam perusahaan, termasuk Pupuk Kaltim, yang ditunjuk Pemerintah Indonesia sebagai National Lighthouse Industri 4.0.