PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) berupaya mendorong kinerja perseroan dengan berfokus untuk mengejar profitabilitas alih-alih fokus mengejar pangsa pasar yang besar.
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengatakan, terkait dengan strategi ke depan, Garuda akan fokus untuk memastikan soal profitabilitas setiap rute.
“Kita sudah memiliki banyak informasi terkait perilaku penerbangan dari satu kota ke kota lain. Misalnya ada beberapa kota yang ternyata tidak pas kalau kita mendarat di sana terlalu malam, tapi ada kota yang bisa menerima,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (5/12/2022).
Menurut Irfan, rute Garuda selama ini terlalu Jakarta sentris, sehingga harapannya akan ada pesawat dari kota lain yang bisa terbang pagi.
“Harapannya Garuda bisa berpartisipasi dalam ekonomi daerah walaupun skalanya tidak terlalu besar, seperti kita bisa menginap di situ, cabin crew bisa menginap, sehingga bisa terbang dari kota tersebut pagi hari,” jelasnya.
Garuda juga bekerja sama dengan Angkasa Pura 1 dan Angkasa Pura 2 untuk memperpanjang jam operasi dari masing-masing bandara yang ada.
“Kita sedang berusaha memahami behavior orang terbang, kita berharap pesawat kita bisa segera lebih banyak lagi, secepatnya bisa layani domestik, ikuti arahan menteri untuk fokus ke domestik tapi kita bicara internasional boleh selama dia bawa barang ekspor dan menguntungkan,” ungkapnya.
Ke depan, Garuda juga akan menambah armada Citilink, melihat pertumbuhannya yang lebih cepat dari Garuda karena pasar di Indonesia umumnya masih low cost carrier (LCC).
Selain itu, Garuda akan secara perlahan menghilangkan block seat dan akan membuka secara bebas perjalanan terutama untuk.
“Karena umrah sejatinya adalah perjalanan bebas, jadi ke depan tidak perlu harus selalu lewat agen tertentu. Tentu saja agen yang selama ini melakukan perjalanan umrah akan mendapatkan special treatment, tapi ke depan bisa dipesan langsung, seperti kalau mau pesan ke rute pada umumnya,” ungkapnya.
Sampai dengan semester I/2022, GIAA sudah mulai mencetak pertumbuhan kinerja, dengan pendapatan mencapai US$897 juta, bertumbuh 26 persen dibandingkan semester pertama 2021 senilai US$697 juta.
Adapun, Garuda berhasil berbalik mencetak laba periode berjalan sebesar US$3,75 miliar, atau sekitar Rp57 triliun dari rugi periode berjalan US$902 juta.
“Rp57 triliun ini adalah hasil dari pengurangan utang dan ini non cash. Jadi PMN Rp7,5 triliun tetap kita butuhkan. Kita harus jadi perusahaan yang membanggakan publik karena kita untung dan tidak menjadi beban. Bukan karena kita terbang ke mana-mana dan Garuda ada di mana-mana,” tambahnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn