Anggota holding BUMN farmasi, PT Phapros Tbk membidik pertumbuhan nilai ekspor hingga dua digit sepanjang 2023. Perseroan memperkirakan nilai ekspor pada tahun ini bisa tumbuh mencapai lebih dari 15 persen.
Untuk peningkatan ekspor, emiten dengan kode saham PEHA ini menyasar negara-negara Asia dan Amerika Selatan seperti Peru, Filipina, dan Kamboja. Direktur Utama PT Phapros Tbk Hadi Kardoko mengatakan, pasar ekspor masih terbuka cukup lebar.
Produk yang akan diekspor antara lain multivitamin, antibiotik, antianalgesik, produk untuk menyamankan perjalanan, antialergi, serta antituberkulosis. Selain itu ada juga produk obat dari kelas terapi lainnya serta alat kesehatan yang diproduksi bekerja sama dengan riset mitra-mitra universitas.
“Kami optimistis bisa meningkatkan growth net sales pada akhir 2023 karena masih banyak negara-negara lain yang akan menjadi target Phapros,” kata Hadi melalui siaran pers yang diterima Republika, Senin (20/2/2023).
Menurut Hadi, kue pasar ekspor produk farmasi di negara Asia dan Afrika masih sangat luas. Phapros sangat agresif memperluas pasar ke negara lain agar kontribusi perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bisa lebih meningkat.
Dari data Kementrian Perindustrian, industri farmasi menyumbang 4,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Saat ini, menurut Hadi, Phapros sedang menjajaki pasar Nigeria, dan nantinya mulai melebar ke negara-negara Afrika lainnya.
Senada dengan itu, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, pasar farmasi dan alat kesehatan Asia secara umum cukup besar. Di Indonesia, pasar farmasi pada 2019 bernilai Rp 80 triliun dan belum ditambah alat kesehatan.
“Pasar utama produk farmasi dan alat kesehatan Indonesia adalah di Asia Tenggara dan Afrika jika melihat laporan beberapa emiten farmasi. Ini di luar produk herbal yang sudah masuk ke pasar Taiwan dan China. Bahkan ada juga produk vaksin kita yang diekspor ke negara lain,” tuturnya.
Menurutnya, Phapros harus memperhatikan cost structure yang efisien agar harga jual ekspor juga bersaing. Termasuk juga pembeda produk yang dijual dibandingkan kompetitor sehingga potensi bertumbuhnya juga besar.
“Daya saing ekspor ditentukan oleh pricing dan diferensiasi produk. Semakin baik prospek perusahaan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya penjualan dan keuntungan, maka kepercayaan investor pun semakin meningkat,” ungkapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn