Emiten konstruksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) mengalami nasib serupa, mulai dari tak mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) hingga kinerja keuangan yang kompak merugi.
Teranyar, WIKA tidak masuk dalam daftar penerima PMN tahun depan. Hal ini berdasarkan Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, yang tidak memasukkan nama WIKA dalam daftar penerima suntikan modal negara.
Untuk PMN 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp14,4 triliun yang nantinya bakal diinjeksi kepada BUMN infrastruktur. Salah satunya adalah PT Hutama Karya (Persero) yang tercatat sebagai penerima terbesar yakni Rp12,5 triliun.
“Pemerintah kembali mengalokasikan investasi melalui tambahan PMN kepada PT HK (Persero) sebesar Rp12.500 miliar [Rp12,5 triliun]. PMN kepada HK akan difokuskan untuk penyelesaian pembangunan jalan tol,” tulis Buku II Nota Keuangan dikutip, Senin (21/8/2023).
Adapun sisanya akan diberikan kepada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) sebesar Rp1,9 triliun. Suntikan ini untuk mendukung pembiayaan target Kredit KPR FLPP 166.000 unit, serta mendorong kepemilikan rumah layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Tidak masuknya WIKA dalam daftar penerima PMN 2024 menjadi pertanyaan, karena sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir pernah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar WIKA mendapatkan PMN sebesar Rp8 triliun.
Erick mengatakan bahwa suntikan modal negara kepada WIKA sudah diusulkan untuk tahun anggara 2023. Namun, Kementerian Keuangan memutuskan PMN tersebut akan masuk dalam anggaran tahun depan.
“Kami mengusulkan sebenarnya di PMN tahun ini ada tambahan Rp3,56 triliun [untuk IFG], lalu WIKA Rp8 triliun, dan Hutama Karya Rp12,5 triliun, tetapi dari Menteri Keuangan sudah diputuskan ini masuk justru di PMN 2024,” ujar Erick di DPR RI pada awal Juni 2023.
Di sisi lain, WSKT juga gagal menerima suntikan modal senilai Rp3 triliun dari pemerintah akibat krisis likuiditas yang memberikan dampak terhadap kelangsungan hidup perseroan. Hal ini pun membuat Kementerian Keuangan melakukan evaluasi menyeluruh.
Direktur Kekayaan Negara yang Dipisahkan Kementerian Keuangan, Meirijal Nur, menjelaskan bahwa faktor lain yang membuat WSKT gagal mendapatkan PMN adalah terus menurunnya harga saham perseroan sejak rencana rights issue mengudara pada awal 2023.
Waskita juga mendapatkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari beberapa vendor. Kondisi tersebut lantas meningkatkan kekhawatiran atas kelangsungan hidup atau going concern perseroan pada masa mendatang.
Selain itu, upaya untuk mempertebal modal kerja WSKT dari publik juga gagal dilaksanakan lantaran besarnya potensi rights issue yang tidak terserap. Alhasil, upaya mendorong perbaikan kinerja Waskita secara komprehensif tertahan di tengah jalan.
WSKT & WIKA Merugi
Sampai dengan semester I/2023, dua emiten BUMN Karya ini juga kompak membukukan kerugian. WSKT, misalnya, mencatatkan peningkatan rugi bersih sebesar 776 persen, atau dari posisi Rp236,51 miliar menjadi Rp2,07 triliun sepanjang enam bulan pertama tahun ini.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2023, Waskita meraup pendapatan sebesar Rp5,27 triliun atau turun 13,43 persen year-on-year (YoY) dari posisi sebelumnya Rp6,09 triliun.
Perinciannya, pendapatan dari segmen konstruksi membukukan pelemahan sebesar 19,25 persen secara tahunan menjadi Rp4,34 triliun, diikuti pendapatan dari bunga jasa konstruksi yang mengalami penurunan 25,5 persen YoY menjadi Rp23,85 miliar.
Sementara itu, pendapatan properti melemah hingga 19,25 persen YoY ke Rp83,91 miliar, dan pendapatan infrastruktur ambles 33,82 persen YoY menjadi Rp28,75 miliar.
Pada saat yang sama, beban pokok pendapatan yang dibukukan Waskita mencapai Rp4,81 triliun, menurun 11,47 persen secara tahunan. Hal ini diakibatkan mayoritas beban pokok yang berasal dari jasa konstruksi mengalami penurunan.
Semisal, beban pendapatan dari bahan baku turun 9,30 persen YoY menjadi Rp1,63 triliun, disusul beban subkontraktor yang mencapai Rp1,35 triliun atau terkoreksi 25,82 persen YoY, dan beban tidak langsung menurun 13,38 persen menjadi Rp924,83 miliar.
Melalui perolehan pendapatan dan beban tersebut, Waskita mengakumulasikan laba kotor sepanjang paruh pertama 2023 sebesar Rp462,58 miliar atau terkoreksi 29,61 persen YoY.
Namun, setelah dikurangi berbagai beban, perseroan tercatat membukukan rugi. Sampai dengan akhir Juni lalu, WSKT membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan mencapai Rp2,07 triliun, meningkat hingga 776,26 persen dibandingkan periode tahun lalu.
Adapun WIKA juga mencatatkan peningkatan rugi komprehensif yang dapat diatribusikan kepada entitas induk, dari posisi Rp13,32 miliar menjadi Rp1,8 triliun pada semester I/2023.
Padahal, sejatinya WIKA masih mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp9,25 triliun sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Jumlah tersebut tumbuh sebesar 28,81 persen YoY.
Namun, pada saat bersamaan, beban pokok pendapatan juga terkerek 29,25 persen YoY atau dari posisi Rp6,55 triliun pada semester I/2022 menjadi Rp8,47 triliun tahun ini. Alhasil akumulasi laba kotor mencapai Rp779,03 miliar, naik 24,20 persen secara tahunan.
Tak berhenti di sana, WIKA juga membukukan sejumlah beban lain. Semisal, beban dari pendanaan yang meningkat dari Rp550,22 miliar menjadi Rp1,23 triliun pada semester I/2023. Hal ini pun membuat rugi sebelum pajak penghasilan mencapai Rp1,98 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn