PT Pertamina (Persero) bertekad mempertahankan program transisi energi sekaligus mengurangi emisi karbon. Namun sebagai negara berkembang, tetap menjaga ketahanan energi, memperluas akses dan keterjangkauan energi dengan menjalankan 3 agenda utama.
Penegasan ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati saat berbicara dalam CEO Fireside Chat on Developing Green Infrastructure di ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF) 2023.
Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahwa dalam menghadapi tantangan global yang kompleks, Pemerintah Indonesia melalui BUMN secara aktif berkolaborasi dengan mitra global untuk mengatasi permasalahan di berbagai sektor. Salah satunya adalah sektor energi.
Dimana Indonesia sendiri terus melanjutkan proses alih energi menuju ketahanan energi berbasis energi baru terbarukan (EBT). EBT ini akan menjadi faktor utama menurunkan emisi karbon dimasa depan.
Berbagai solusi, menurut Erick, telah disiapkan BUMN. Solusi terkait EBT itu antara lain dengan membentuk aliansi strategis di ASEAN untuk membangun ekosistem rantai nilai baterai.
“Solusi ini mewakili kekuatan transformatif kerja sama regional bagi kemajuan kolektif ASEAN dan komunitas Indo-Pasifik,” kata Erick di depan para kepala negara ASEAN saat membuka AIPF kemarin.
Lebih jauh, Nicke Widyawati menjelaskan bahwa tujuan dari transisi energi adalah Net Zero Emission (NZE). Sementara itu, sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki target untuk meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang stabil. Sehingga, Indonesia memerlukan energi sebagai katalis untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
“Pertamina mempunyai mandat untuk menjaga keamanan dan ketahanan energi. Kita juga harus mendukung target Pemerintah untuk mencapai NZE,” ujar Nicke Widayawati di ajang AIPF yang berlangsung di Hotel Mulia Jakarta, Rabu 6 September 2023.
Dalam rangka mewujudkan target tersebut, kata Nicke, Pertamina harus mempertahankan bisnis eksisting dengan metode operasi yang berbeda dimana salah satunya melalui inisiatif dekarbonisasi.
Tiga agenda Pertamina dalam menjalankan dekarbonisasi serta menerapkan program transisi energi, yakni merubah operasional kilang menjadi green refinery serta pengembangan bioenergi. Kedua, pengembangan proyek zero carbon (carbon neutral) seperti proyek geothermal dan hydrogen. Serta mengembangkan inisiatif carbon negative seperti proyek Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dan Natural Based Solution (NBS).
“Ketiga agenda inilah yang seharusnya dapat menjaga program transisi energi dan mengurangi emisi karbon,” imbuh Nicke.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya, antara lain cadangan nikel terbesar di dunia, cadangan timah terbesar ke-2, cadangan bauksit terbesar ke-6 dan cadangan tembaga terbesar ke-7. Indonesia juga memiliki lebih dari 430 Gigawatt sumber energi ramah lingkungan seperti Panas Bumi, Hidro, Surya dan Angin serta memiliki sekitar 400 Giga potensi CCUS.
“Dengan potensi yang besar ini bisa mendorong percepatan transisi energi di Kawasan Indo-Pacifik dengan tetap menjaga ketahanan energi,” tambah Nicke.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.