Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tiga tantangan perekonomian global saat ini terutama dipicu oleh volatilitas pasar keuangan dan tensi geopolitik di Timur Tengah.
Sri Mulyani mengatakan risiko dan ketidakpastian global yang meningkat tersebut akan memberikan dampak spillover ke dalam negeri yang berpotensi mempengaruhi nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Pertama, di pasar keuangan, dia menjelaskan bahwa pada periode September hingga Oktober 2023, yield US Treasury mengalami lonjakan hingga mencapai level di atas 5%, ini lonjakan yang pertama kali sejak 2007.
“Saya menyampaikan ini dalam konteks biasa Amerika Serikat [AS] yield-nya rendah karena suku bunga selama, terutama sejak global finanial crisis itu sangat rendah, rate policy hanya 0,25%. Jadi ini adalah lonjakan yang sangat besar,” katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (25/10/2023).
Tidak hanya terjadi lonjakan, imbuhnya, tren dari pergerakan yield US Treasury juga menjadi sangat tidak terprediksi, sehingga ini menyebabkan gejolak tidak hanya terjadi di AS, tapi di seluruh dunia. Selain itu, AS pun menghadapi masalah internal dari sisi politik.
Kedua, Sri Mulyani mengatakan sektor properti China masih menghadapi masalah yang serius. Berdasarkan pemberitaan Financial Times, sebanyak 50 perusahaan yang bergerak di bidang properti di China mengalami gagal bayar atau default.
“Ini akan mempengaruhi Indonesia karena perekonomian China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia itu menjadi motor pertumbuhan ekspor dari banyak negara, termasuk Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, kawasan Eropa juga mengalami situasi yang tidak mudah dengan laju inflasi yang masih tinggi. Ditambah adanya perang Ukraina vs Rusia dan sekarang Israel vs Hamas, maka harga minyak atau energi akan terkerek naik.
Kondisi ini akan menyebabkan berlanjutnya inflasi sehingga bank sentral Eropa diperkirakan cenderung hawkish dalam menetapkan suku bunga kebijakan.
Suku bunga di kawasan tersebut berpotensi naik dan berada pada level yang tinggi pada waktu yang cukup lama, sehingga ekonomi kawasan ini terancam mengalami resesi.
“Rekaman ini persis sama dengan yang kita dengar dan kita ikuti saat pertemuan G20 di Marrakesh minggu lalu dan pertemuan IMF World Bank tahunan. Intinya adalah situasi perekonomian global sangat tidak pasti dan risikonya cenderung ke bawah,” kata Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn