Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan perpajakan pada 2023 tembus Rp2.155,4 triliun atau naik 5,9% jika dibandingkan dengan tahun lalu (year-on-year/yoy).
Berdasarkan data APBN Kita Edisi Januari 2024, penerimaan negara pada 2021 naik 20,1% menjadi Rp1.547,8 T dan pada 2022 naik 31,4% jadi Rp2.034,5 triliun.
“Penerimaan Pajak 2023 ini istilahnya hattrick. Tiga kali goals berturut-turut dari 2021, 2022, 2023 semuanya di atas 100%,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (2/1/2024).
Sri Mulyani mengatakan tak menyangka bahwa penerimanan negara bisa tumbuh positif setelah mengalami pertumbuhan tinggi selama dua tahun berturut-turut.
Menurutnya, prestasi tersebut tak bisa terjadi tanpa dukungan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.
“Ini hasil kerja yang luar biasa dari teman-temah pajak dan bea cukai,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bendahara Negara tersebut mengungkapkan rasio pajak atau tax ratio sementara tercatat di level 10,21% dari PDB.
Secara lebih detil, Sri Mulyani memaparkan penerimaan pajak sampai Desember 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun. Angka tersebut 108,8% dari APBN 2023 dan 102,8% dari perpres 75/2023.
“Penerimaan pajak 2023 mampu tumbuh 8,9% dan melampaui target Perpres 75/2023 didukung oleh kinerja ekonomi domestik yang stabil serta keberhasilan aktivitas pengawasan DJP,” ucapnya.
Tiga kelompk pajak mampu melampaui traget dan tumbuh positif, bahkan sampai dobel digit, yaitu PPh Non Migas Rp993 triliun naik 7,9%, PPN dan PPnBM Rp764,3 triliun naik 11,2%, PBB dan pajak lainnya Rp43,1 triliun. Namun, lanjutnya, PPh Migas hanya mencapai Rp68,8 triliun atau turun 11,6%.
Dia mengatakan pertumbuhan penerimaan 2023 melambat dari 2022 dikarenakan penurunan harga komoditas, impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berakhir pada 2022.
“Ini kinerja yang harus kita jaga, Core Tax sudah selesai, reformasi pajak juga, dan kita berharapkan kinerja Ditjen pajak meningkat,” kata Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn