Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mengevaluasi alternatif pemanfaatan kelebihan pasokan atau oversupply gas dari lapangan migas di Jawa Timur.
Sejumlah alternatif yang saat ini tengah dikaji, di antaranya pembangunan kilang mini gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), compressed natural gas (CNG), hingga diarahkan untuk liquefied petroleum gas (LPG).
“Hal tersebut yang sedang dievaluasi oleh SKK Migas,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Selain itu, Kurnia mengatakan, pemerintah turut mendorong tumbuhnya industri-industri baru seperti pabrik metanol yang potensial untuk menyerap kelebihan pasokan gas tersebut saat ini.
Sementara itu, dia berpendapat, isu kelebihan pasokan gas dari Jawa Timur itu akan bisa diselesaikan sepenuhnya saat proyek transmisi pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) tahap II rampung.
“Kelebihan pasokan Jawa Timur bisa diselesaikan dengan pembangunan pipa Cisem tahap II sehingga gas bisa mengalir sampai Jawa Barat yang mengalami defisit,” kata dia.
Berdasarkan data SKK Migas per Oktober 2023, lifting gas dari lapangan-lapangan Jawa Timur berada di level rata-rata 747 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Kendati demikian, kemampuan serap dari industri hilir seperti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), Petrokimia Gresik dan konsumen lainnya hanya berkisar 565 MMscfd.
Berdasarkan proyeksi yang disampaikan SKK Migas, sejumlah wilayah kerja (WK) gas di Jawa Timur bakal sampai pada titik puncak produksi pada rentang tahun 2024 hingga 2026 mendatang.
Saat itu, kondisi pasokan gas berlebih atau oversupply di wilayah Jawa Timur diperkirakan mencapai 200 MMscfd. Pasokan berlebih itu diidentifikasi berasal dari sejumlah lapangan prospektif di antaranya Jimbaran Tiung Biru (sekitar 192 MMscfd), HCML Sampang (sekitar 100 MMscfd), Medco Paus Biru (sekitar 30 MMscfd), PCK2L Bukit Panjang Sampang (sekitar 50 MMscfd), Energi Mineral Langgeng Sumenep (sekitar 30 MMscfd) dan MGA Utama Energi Sumenep (sekitar 40 MMscfd dan 7.000 bopd).
Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mulai membuka lelang desain engineering procurement construction (EPC) proyek transmisi pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) tahap II pada Maret 2024.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman menargetkan awal konstruksi transmisi pipa ruas Batang-Kandang Haur Timur itu bisa dimulai pada Juni tahun ini.
“Lelang EPC Maret 2024, target awal konstruksi Juni 2024,” kata Laode saat dikonfirmasi, Senin (8/1/2024).
Rencananya, proyek itu bakal menelan investasi sekitar Rp3,34 triliun dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan skema kontrak tahun jamak atau multi years contract untuk periode 2024-2025.
Laode berpendapat minat dari badan usaha untuk mengerjakan konstruksi ini bakal tinggi menyusul proyek pipa Cisem tahap I (ruas Semarang-Batang) yang telah rampung akhir tahun lalu.
“Kalau berkaca dari Cisem I yang minat banyak,” kata dia.
Potensi demand pipa Cisem tahap II ini, antara lain industri di Cirebon, Tegal, Pekalongan, Brebes dan Pemalang dengan volume sekitar 5,8-12 MMscfd.
Selain itu, ada potensi konsumen komersial seperti hotel dan restoran, jaringan gas rumah tangga, kilang minyak Balongan dengan volume 24 MMscfd dan berpotensi meningkat hingga 42 MMscfd. Potensi permintaan lainnya adalah pembangkit tenaga listrik dengan volume 189-199 MMscfd.
Sumber Bisnis, edit koranbumn