Anak usaha BUMN Perkebunan Nusantara III (Persero), PalmCo memastikan mundur dari aksi IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini pada tahun ini.
Direktur Utama Palmco Jatmiko Santosa menjelaskan alasan utama Palmco membatalkan niat Initial Public Offering (IPO) pada 2024 lantara kondisi market yang dianggap kurang bagus.
“Tahun ini belum [IPO], ini kan market juga lagi kurang bagus,” ujar Jatmiko saat ditemui di The Westin, dikutip Kamis (11/1/2024).
Meskipun, menurutnya berbagai aspek telah disiapkan untuk mendukung persyaratan IPO. Mulai dari penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance) hingga sertifikasi RSPO (Roundtable Sustainable on Palm Oil) yang mencapai 100%. Dia menyebut EV to EBITDA masih cenderung undervalue di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level 7.229.
“Artinya persiapan kita ini sudah, cuma kita lihat market kayaknya belum deh. [EV to EBITDA] agro cuma 5, undervalue kan,” jelasnya.
Sebelumnya, diberitakan Bisnis.com, Sabtu (30/12/2023), Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan bahwa saat ini pihaknya belum memiliki fokus untuk membawa PalmCo ke lantai bursa. Musababnya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan agar subholding tersebut memiliki valuasi yang tinggi.
“Saya cenderung tidak IPO dulu lah, cari partner dulu karena untuk investasi di replanting. Jadi, kami mesti replanting sekitar 180.000 hektare,” ujar Kartika atau akrab disapa Tiko saat ditemui di Jakarta, Sabtu (30/12/2023).
Tiko menjelaskan bahwa salah satu pekerjaan rumah yang perlu ditempuh saat ini adalah replanting atau penanaman kembali pohon sawit. Hal tersebut disebabkan sejumlah lahan milik PTPN Grup berada dalam kondisi yang kurang terawat. Dengan upaya tersebut, dia berharap produktivitas dari PalmCo dapat meningkat dan menyentuh benchmark produksi industri sawit, yakni 20 ton per hektare.
“Kalau mau IPO, semuanya harus produktif dulu supaya nanti secara valuasi tinggi. Jika masih belang-belang, kalau IPO valuasinya tidak optimal. Jadi lebih baik di fase awal cari strategic partner dulu sampai produktivitasnya merata, baru IPO,” tuturnya.
Kementerian BUMN meyakini PalmCo, akan menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan.
Tiko mengatakan, PalmCo dalam jangka waktu waktu 2 – 3 tahun berpotensi memiliki lahan sawit seluas 600.000 hektare. Dengan kepemilikan lahan tersebut, PalmCo berpeluang menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar dunia.
Sebelumnya, pada awal Desember 2023, Kementerian BUMN telah menggabungkan 13 perusahaan di bawah holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menjadi dua subholding, yakni PalmCo dan SupportingCo. PalmCo dibentuk melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai entitas bertahan dan pemisahan tidak murni PTPN III ke PTPN IV.
Sementara itu, SupportingCo dibentuk dari penggabungan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PTPN I.
Sumber Bisnis, edit koranbumn